Blogtour & Giveaway Serpihan Inspirasi karya Salim Darmadi

Judul                            : Serpihan Inspirasi IMG_3797

Penulis                          : Salim Darmadi

Penerbit                       : Elex Media Komputindo

Tahun Terbit                : Pertama, 2016

Jumlah Halaman          : 226 halaman

ISBN                           :  978-602-02-8316-6

Tidak salah jika dikatakan, bahwa inspirasi dan hikmah berserakan di alam semesta, hanya saja memerlukan kemampuan dan kemauan untuk mengumpulkan yang terserak. Hanya dengan kemampuan dan kemauan mengumpulkan yang terserak dan membagikannya melalui tulisan, maka akan menjadi hikmah yang tidak hanya menginspirasi diri sendiri tetapi juga orang lain.

Seperti yang dilakukan Salim Darmadi dalam bukunya yang berjudul, Serpihan Inspirasi. Dia mengumpulkan dan menuliskan berbagai pengalamannya selama kurang lebih dua tahun menjadi mahasiswa di Universitas Queensland di Australia. Sebagaimana kisah diaspora lainnya, kisah Salim layak dibaca karena penuh hikmah dan inspirasi.

Buku ini terdiri dari 6 bab selain prolog dan epilog. Keseluruhan kisahnya, adalah kisah nyata, yang dihimpun dan direnungkan oleh Salim. Dalam bab pertama tentang Kerja Keras dan Pengorbanan, diawali dengan kisah perjuangan Salim mencari akomodasi yang permanen yang ternyata cukup menguras tenaga dan mental.

Jika dibandingkan dengan yang lainnya, bisa dibilang Salim cukup lancar dan mudah dalam mendapatkan beasiswa dari institusi pemerintah yang menyekolahkan dia melanjutkan pendidikan di Universitas Queensland. Dikisahkan, ada kakak tingkatnya sesama dari Indonesia, salah satunya Arfan harus gagal berkali-kali dalam mengikuti ujian International English Language Testing Sytem (IELTS) dan kemudian lulus di kali keenam. Sedangkan, Salim cukup sekali mengikuti ujian namun langsung lulus (halaman 24). Padahal untuk mengikuti EILTS di Indonesia cukup mahal, namun Arfan tidak patah semangat dan bisa lulus hingga melanjutkan program master di UQ.

Ternyata kelancaran dan kemudahan Salim juga harus diiringi dengan perjuangan lain dalam menghadapi kesusahan dan kelelahan. Salah satunya dalam mencari akomodasi permanen. Dia dan teman-temannya harus sering mencari rumah atau flat yang disewakan. Setelah menemukan yang cocok, dia akan membuat janji bertemu dengan agen atau pemilik properti untuk melihat flat secara langsung. Jika memang sudah cocok, maka dia akan mengisi formulir aplikasi pengajuan penyewaan. Nah, dalam hal ini tidak mudah karena bisa jadi harus bersaing dengan mahasiswa lain yang memiliki finansial lebih, sedangkan Salim dan teman-temannya hanya mengandalkan uang beasiswa (halaman 4). Namun, perjuangan mencari akomodasi ternyata selesai dan Salim beserta ketiga temannya merasa lega, karena sudah bisa pamit kepada pemberi tumpangan kepada mereka dalam seminggu lebih.

Berada di negeri orang Salim berusaha beradaptasi sebaik mungkin dan berusaha untuk berteman dengan siapa saja. Salim juga memahami bahwa ternyata persoalan kemanusiaan seperti Palestina tidak hanya perhatian Umat Islam, tetapi ras berkulit putih seperti Australia dan berbeda agama juga ada yang peduli.

Hal ini dia renungkan ketika mendapatkan mahasiswi yang memakai kafiyeh khas perjuangan Palestina di sudut Campbell Place, salah satu titik yang paling ramai di UQ. Mahasiswi asli Australia ini menyapa ramah dan mengajak berbincang kepada setiap orang yang melewatinya. Mahasiswi tersebut memegang kertas yang bertuliskan “Student for Palestine.” Ternyata dia adalah anggota sebuah perkumpulan non-formal dari berbagai universitas di Australia yang turut mendukung perjuangan bangsa Palestina (halaman 81).

Dalam buku ini Salim juga menginstropeksi diri sendiri yang semoga menginsafi pembaca warga Indonesia khususnya dalam bab Inspirasi untuk Kemajuan. Dalam bab ini Salim berbicara tentang integritas yang sangat mengakar di masyarakat Australia. Meski memang, beberapa budaya Australia sangat berbeda mencolok dengan budaya timur, namun soal integritas benar-benar sangat mempengaruhi peradaban mereka.

Salah satu kisah, Salim dan rekan-rekannya mengunjungi kios buah dan sayur yang dimiliki oleh petani di kawasan Springbrook National Park, di bagian tenggara Queensland. Kios itu tanpa penjaga, pembeli tinggal mengambil sendiri buah dan sayuran yang ingin dibeli dan membayar sesuai harga ke dalam kotak uang yang disediakan di sudut kios. Di tempat lain, di sebuah swalayan Salim tidak perlu menitipkan tas atau jaketnya agar tidak ada barang yang hilang dicuri. Begitu juga di perpustakaan, Salim dibolehkan membawa tas dan buku-buku milik dia sendiri, tanpa harus takut ada buku yang hilang (halaman 165).

Selain itu, dalam buku ini Salim juga mengisahkan bagaimana Ramadhan dan Idhul Fitri di tanah rantau, dan  kisah-kisah menarik lainnya. Sebuah buku yang menurut saya, ditulis dengan sederhana, mengalir mudah dipahami namun sangat berlimpah makna. Jujur, saya yang belakangan ini kambuh-kambuhan sakit gigi yang membuat kepala pusing, namun saya memaksa membaca dan mampu menikmati dan merenungi kisah Mas Salim. Bahkan tidak jarang, saya menangis karena merasa tertampar. Sebuah buku yang layak dibaca banyak orang!

Ada beberapa kutipan menarik dalam buku ini:

  1. Tatkala Allah menghadirkan di depan saya setumpuk masalah, justru di situlah ketegaran dan semangat juang diuji. (halaman xxv)
  2. Kemauan untuk berletih-letih bekerja merefleksikan pengharapan untuk masa depan yang lebih baik, ketika mimpi berhasil direalisasikan (halaman 11)
  3. Bukankah kita tidak boleh berhenti bermimpi? Bukankah mimpi yang tak diiringi usaha akan selamanya menjadi mimpi? (halaman 16)
  4. Kegiatan belajar-mengajar di sekolah dasar di negeri Kanguru terbilang jauh lebih santai dibandingkan di tanah air. Para siswa hanya dibebani sedikit mata pelajaran, dan sebagian jam sekolah dihabiskan dengan bermain, berolahraga dan mengembangkan bakat (halaman 19)
  5. Para pengejar mimpi sejati selalu memiliki sumbu yang panjang. Motivasi yang tidak pudar, etos kerja yang tak lekang dimakan waktu, semangat yang tidak terpatahkan, juga doa yang tak putus (halaman 26)
  6. Ia jelas bukan orang Arab, bukan bangsa Palestina, bukan muslim, dan tumbuh besar di tengah peradaban Barat. Namun, kepeduliannya terhadap negeri yang masih tertindas itu justru demikian besarnya (halaman 82)
  7. Manakala passion itu digeluti, akan menghasilkan produk andalan yang bisa memberikan nilai tambah bagi si empunya, bahkan membantu orang-orang yang membutuhkan (halaman 87)
  8. “Temukan renjanamu, lakukan pekerjaanmu dengan kecintaan, dan tebar manfaat untuk sesamamu!” (halaman 87)
  9. Ketika dihadapkan pada ujian, yang harus saya lakukan adalah memupuk stok kesabaran yang berlipat, sembari terus melakukan ikhtiar untuk mencari jalan keluar (halaman 128)
  10. “Peliharalah selalu rasa rindu untuk pulang, peliharalah selalu rasa rindumu kepada Bapak dan Ibu…” (halaman 134)
  11. Justru karena sudah lama di Australia, saya semakin cinta masakan Indonesia (halaman 149)
  12. Harus diakui mereka mempunyai satu karakter nyata yang justru menjadi sesuatu yang kadang terasa mahal di Negeri Zamrud Khatulistiwa kita: Integritas! (halaman 167)
  13. Sudahkah olahraga menjadi gaya hidup saya? (halaman 171)
  14. Melihat kesungguhan dan keseriusan Australia dan bangsa-bangsa Barat lainnya dalam mengelola pendidikan tinggi dan mengembangkan ilmu pengetahuan, saya menjadi maklum bahwa kini merekalah yang tampil menjadi juara dalam dunia internasional (halaman 174)

Pengin baca buku ini? Yang ingin memiliki kesempatan untuk dapatkan buku keren ini secara gratis, simak-simak persyaratannya baik-baik ya!

  1. Memiliki alamat (rumah) di Indonesia. Nah, WNI yang domisili lagi di luar negeri boleh ikut kok, asal ada alamat di Indonesia.
  2.  Follow twitter @muhrasyidridho, @SalimDarmadi
  3. Follow blog ini, bisa via email, wordpress atau bloglovin.
  4. Sebarkan link Giveaway ini di semua media sosialmu. Khusus di twitter, mention @muhrasyidridho hashtag #SerpihanInspirasi
  5. Jawab pertanyaan di kolom komentar dengan nama, twitter dan kota tinggal, cukup sekali saja. Pertanyaannya adalaah: Ceritakan kisah pengalaman ramadhanmu yang inspiratif ya 🙂
  6. Setelah selesai menjawab, segera tweet, “Saya sudah ikutan GA #SerpihanInspirasi yang lain ikutan!” dengan mention @muhrasyidridho & @SalimDarmadi                                                                                                                                                 Giveaway ini diadakan mulai tanggal 6 Juni-12 Juni jam 12 malam.  Cukup lama kan? pemenang akan dipilih dari jawabannya ya, jadi jawablah sesuai prosedur, sebaik mungkin (unik, lain daripada yang lain),akan ada 3 pemenang yang akan mendapat buku keren ini. Jangan lupa berdoa ya!:)
    Blog Tour & Giveaway

Saya ucapkan terima kasih yang banyak kepada para Sahabat Pecinta Buku yang sudah ikutan GA Serpihan Inspirasi ini. Jawabannya asyik-asyik dan semua saya suka, bikin saya bingung siapa yang jadi pemenang 😀

Terima kasih sekali lagi yang banyak ya bagi semua peserta GA, maaf saya harus memilih salah tiga dari kalian menjadi pemenang.

Dengan berbagai pertimbangan, saya memilih yang menurut saya paling  dan inilah satu peserta GA Serpihan Inspirasi yang beruntung :

andthewinneris

Dika | @ParamudikaH | Padang

Aulia/ @nunaalia/ Serang

Daisy S/ @Daisy_skys/ Semarang

Selamat bagi pemenang silakan kirim email ke penulispembelajar@gmail.com dengan subjek Pemenang GA Serpihan Inspirasi. Di tubuh email tulis nama lengkap, alamat lengkap dan no hape ya. Semoga buku segera sampai dengan selamat dan kamu nggak bosan untuk membaca dan mampir ke blog ini 🙂

Bagi yang belum menang, jangan bersedih hati,  masih ada blogtour Serpihan Inspirasi di Blog Rizky http://rizkymirgawati.blogspot.co.id/2016/06/blog-tour-serpihan-inspirasi-giveaway.html

:)

21 respons untuk ‘Blogtour & Giveaway Serpihan Inspirasi karya Salim Darmadi

  1. Yohana Siallagan (@MrsSiallagan) 6 Juni 2016 / 10:02

    Yohana/ @MrsSiallagan/PematangSiantar

    Jujur, saya bukan orang muslim, tetapi saya tinggal dilingkungan muslim. Saya cukup salut dengan orang yang beragama muslim, saya punya teman orang muslim juga. Dia sangat taat pada agama, pernah suatu saat kami makan di sampingnya, memang hanya bercanda tetapi dia tidak marah, dia hanya bilang saya tidak akan membatalkan puasa saya hanya karna kalian makan disamping saya, kamu tahu tidak bahwa orang yang terkena godaan tetapi jika imannya kuat maka dia akan dapat pahala yang lebih besar. Saya sangat terinspirasi kepadanya, Kadang kami pergi ke rumahnya jika bukber, dia dan keluarga sangat welcome. Sangat toleransi antar umat beragama 🙂

    Disukai oleh 1 orang

  2. Awalia Sholihah 6 Juni 2016 / 15:06

    Nama: Awalia Sholihah
    Twitter: @awalia_sh
    Pontianak
    Waktu SMA dulu kebetulan saya mondok di sebuah Pesantren di Bogor. Setiap tahun di bulan Ramadhan kami selalu mengadakan acara iftor soimin (buka puasa bersama) dan santunan kepada anak yatim piatu. Itu merupakan agenda yang yang paling di tunggu-tunggu di bulan Ramadhan, karena acara ini merupakan ajang beramal dan berbagi di bulan yang suci. Acara ini di panitiai oleh santri kelas 2 MA. Selain buka bersama dengan seluruh santri, para ustdz, ustadzh, dan para pengurus pesantren lainnya kami juga bisa saling berbagi dengan anak-anak yatim piatu yang ada di lingkungan pesantren. Selain berbagi rezeki, kami juga berbagi pengalaman dan ilmu yg kami dapat di pesantren kepada adik” yatim dan piatu. Menurut saya ini merupakan pengalaman yg tak terlupakan selama menjalani Ramadhan di Pesantern . Dan semoga kegiatan ini bisa di contoh juga oleh Pesantren lainnya dan juga oleh masyarakat luar. Amin.

    Suka

  3. ParamudikaH 7 Juni 2016 / 03:31

    Dika | @ParamudikaH | Padang

    Wah pertanyaan mas Ridho sesuatu nih, Ramadhan selalu menjadi momen yang yang ditunggu-tunggu kehadirannya, gimana nggak coba tiap amal yang kita lakukan di ganjar pahala berlipat-lipat. Alhamdulillah ‘ala kulli hal, dengan tiada kekurangan suatu apa pun Allah kembali pertemukan dengan bulan yang teramat mulia ini,

    I’tikaf, berbuka dengan anak yatim mungkin sudah menjadi cerita klasik bagi teman-teman. Saya ingin berbagi cerita yang lain saja.

    1. Saat sedang berada di suatu masjid, saya perhatikan seorang akhwat (wanita-red) di pojok masjid. Yang saya tau keberadaannya disana sudah beberapa jam lalu. Sy sibuk memperhatikan dia yang tengah bertilawah. Masya Allah,batinku bergumam. Bukankah dia bendahara yayasan ar******h. Tentu kesibukannya bukan apa-apa dibandingkan saya ini. Waktu istirahatnya full dia gunakan untuk tilawah. Saya cari tau info tentangnya, tiap ramadhan dia bisa khatam hingga 10x. Semangatku tumbuh meraksasa karenanya (lebay, hehe), jika merasa ngantuk, capek, saya paksa enyahkan. Lelahku belum seberapa dibandingkan beliau. Meski pada akhirnya tak bisa juga menyamai pencapaiannya. Hhe. Tapi setidaknya dari beliau ada hikmah yang bisa saya ambil.

    2. Ini bab tentang tantangan ramadhan saya kalo lagi dikampung. Taraweh di sekitar kampung di imami oleh pengurus masjid yang saya tau bacaannya kacau balau (maaf). Makhrajnya, tajwidnya, bahkan pelafadzan beberapa bacaan surat pendek banyak yang keliru. Nggak tau lah yang lain, entah nyaman saja dengan kondisi itu atau mungkin ndak punya pilihan lain karena adat dan budaya di kampung yang begitu saklek. Whatever lah. Jika mau taraweh, saya taraweh dikampung sebelah yang perjalanan kesana mesti pakai kendaraan. Awalnya ngeri juga, pergi taraweh jauh ini. Pernah ngajak teman2, pada gak mau karna dibilangnya jauh. Yo wess, dengan modal niat dan tekad yang kuat akhirnya bisa juga taraweh dengan hati yang tenang.
    Dan hatiku makin mantap setelah mendengar tausyiah salah seorang ust, jika taraweh pergilah ke mesjid yang shalatnya lama karena bacaan imamnya yang panjang. Sudah beberapa dekade masjid dikampung tak lagi saya jamahi tatkala Ramadhan. Alhamdulillah tidak ada hambatan tiap perjalanan pergi taraweh ke kampung sebelah meski kadang seringnya pergi sendirian.

    Suka

  4. nolaamalia 7 Juni 2016 / 07:09

    Nama: Nola Amalia
    Twitter: @Nolaamaliaa
    Kota tinggal: Palembang

    Pengalaman Ramadhan saya yang inspiratif ini terjadi beberapa tahun yang lalu, saat masih SMP.
    Dulu, pernah di satu hari menjelang Ramadhan, saya lagi males-malesnya puasa. Saya males buat nahan laper dan haus lagi kayak di tahun-tahun kemarin, karena saya trauma, pernah udah hampir Magrib, eh.. batal gara-gara sakit dan muntah-muntah. Dari situ, rasanya saya males buat puasa lagi. Takut sia-sia kayak tahun kemarin lagi. Orangtua saya sih cuma nasihatin, mereka nggak maksa, karena memang seharusnya keinginan untuk berpuasa itu datang dari diri kita sendiri.

    Besoknya, saat sahur pertama, saya bukan nggak denger Ibu saya ngebangunin kakak saya. Tapi, saya malah narik selimut. Nggak lama, terdengar suara adik bungsu saya yang umurnya masih 4 tahun (saat itu), dia bangun. Bangun sendiri, tanpa dibangunin. Saya bisa denger suaranya karena kamar saya disamping dapur. “Adek mau ikut puasa, Bunda…” Ujarnya ala bocah. Ibu saya bilang, katanya puasa itu wajib, tapi buat anak seumur adik saya, itu belum wajib.
    “Wajib itu apa bunda?” Tanya adik saya lagi. Entah, apa yang dijawab ibu saya dan apa lagi yang mereka bicarakan. Saya makin narik selimut dan tidur lagi, tapi jujur saja, tidur saya enggak nyenyak. Saya masih kepikiran sama adik saya tadi. Tapi, hati saya terus-terusan bilang bahwa nggak mungkin adik saya niat buat ngomong kayak tadi, sekalipun ngomong, pasti cuma asal omong. Biasa.. anak kecil.
    Ternyata, dugaan saya salah. Adik kecil saya itu memang puasa. Dia nggak makan atau minum sama sekali. Bukan hanya hari itu, kejadian itu terjadi besok-besoknya pula.
    Dari situ, saya langsung tersadar dan beristighfar, adik saya jauh lebih kuat drpd saya. Hingga besok harinya, saya ikut bangun sahur. Adik saya tanya, “kok mbak bangun? Mbak udah boleh puasa ya?” Seketika, langsung saya peluk adik kecil saya yang pintar itu. Bukan hanya kuat, dia juga hebat dalam menyadarkan hati saya untuk taat beribadah.
    Sejak saat itu, saya nggak pernah ngebolos puasa lagi. Bahkan, gak rela rasanya jika harus ninggalin puasa gara-gara dapet sekalipun.

    Suka

  5. nunaalia 7 Juni 2016 / 07:56

    nama: Aulia
    twitter: @nunaalia
    domisili: Serang

    Ceritakan kisah pengalaman ramadhanmu yang inspiratif ya:)

    Pengalaman Ramadhanku yg inspiratif terjadi sudah agak lama.
    Waktu itu di komplek perumahan diadain pesantren kilat di masjid. Aku yg kebetulan belum ada aktifitas setelah lulus kuliah, ikutan pesantren kilat itu untuk mengisi kegiatan Ramadhan.

    Saat itu pak ustadz yg memberi materi membahas tentang islam secara kaffah. Beliau membacakan suatu ayat Al-Qur’an yg mengatakan kalau setiap muslim harus masuk islam secara kaffah, artinya secara menyeluruh mulai dari cara berpakaian, beribadah, hingga tingkah laku. Aku yg saat itu sehari-harinya belum memakai kerudung (walau saat pesantren kilat itu aku tentu saja pakai kerudung) merasa ditegur, seakan-akan ayat Al-Qur’an itu langsung ditunjukkan padaku! Aku merasa dari lahir sudah menjadi muslim, tapi belum menjadi the real muslimah karena pakaianku belum sesuai sebagaimana seorang muslimah.

    Sejak saat itu aku terus merenung dan berpikir tentang niat untuk berhijab. Agak maju mundur karena berbagai pikiran terus bermunculan, terutama tentang kalau pakai kerudung susah dapat kerja, apalagi saat itu aku juga baru lulus kuliah dan masih mencari pekerjaan. Namun aku yakin rejeki Allah SWT yg mengatur. Walaupun berkerudung, aku pasti bisa mendapatkan pekerjaan. Dan tekadku juga memang sudah bulat dan mantap.

    Akhirnya setelah memantapkan hati dan niat yg kuat alhamdulillah aku memutuskan untuk berhijab bertepatan dengan 1 Syawal tahun itu hingga sekarang. Semoga akan selalu istiqomah dan dapat memperbaiki diri lebih baik lagi setiap harinya. Amin…

    Suka

  6. Lisa Sentani 8 Juni 2016 / 00:42

    Saya ingin membagi cerita —yang menginspirasi saya— bulan Ramadhan thn lalu. Tentang satu project yaitu #GTT, yaitu Gerakan Tebar Ta’jil. Ide #GTT ini muncul ketika ada keinginan untuk menyambung tali silaturahim dengan teman2 saya, kemudian muncul keinginan untuk tidak hanya berbagi keseruan dengan teman saja, melainkan bisa juga berbagi dengan masyarakat. Siapa tau bisa bikin Social Community.

    Dananya tentu dari kantong pribadi kami sendiri dengan ditambah dari donatur alumni yang berbaik hati. Menjelang hari pelaksanaan kami mengalami beberapa hambatan, namun kami harus bisa tetap sabar dan istiqomah. Project ini dilakukan hanya 1 hari dari yang awalnya 3 hari. Kami menebar ratusan ta’jil di jalan menjelang adzan maghrib, sasarannya para pengendara yang tidak sempat untuk menepi untuk berbuka puasa. Berbekal izin dari Bapak Polisi, kami menebar ta’jil dengan lancar dan mudah. Keseruan dan kesenangan saya lihat di wajah masing-masing teman saya. Karena ini adalah project pertama kami!

    Selepas menebar takjil, kami sholat maghrib kemudian kumpul untuk mengevaluasi project kami. Berencana untuk kumpul di rumah makan, namun karena bulan Ramadhan, resto dan cafe pastinya sudah penuh ditambah jalanan yang macet, kami pun tidak dengan mudahnya menemukan tempat yang leluasa untuk kumpul, sepanjang jalan Margonda Raya kami susuri akhirnya menemukan tempat —yang meskipun cukup jauh— Namun, di saat sudah menemukan tempat, ternyata ada salah satu teman saya kehilangan kunci motornya (saat itu motornya masih menyala) kemungkinan kuncinya jatuh karena motornya tidak otomatis mati, sehingga kami harus menunda kumpul untuk membantu memanggil tukang servis kunci atau bengkel, yaa saat sudah berbuka puasa seperti ini tidak mudah menemukan bengkel yang buka, tapi akhhirnya ada kenalan teman yang bisa dihubungi. Akhirnya kami kumpul dan mulai cerita serta mengevaluasi project kami.

    Lewat project ini saya jadi paham jalinan silahturahim itu lebih berharga, patut untuk di perjuangkan dan di jaga. Saya jg paham berapapun harta yang kita sedekahkan dengan niat tanpa pamrih, pasti akan dibalas dengan balasan yang lebih baik, seperti yang kami rasakan, menebar ta’jil dari usaha kami lalu mendapatkan balasan yang lebih dari sekedar silaturahim. senangnyaaa… “Sesungguhnya setelah kesulitan ada kemudahan”

    Sekian #GTT yang menginspirasi saya, untuk selalu berbagi. Semoga kedepannya, porject ini bisa dilanjutkan kembali, aamiin

    Suka

    • Lisa Sentani 9 Juni 2016 / 11:20

      Maaf kelupaan,
      Nama: Lisa Sentani
      Twitter: @lisasent
      Domisili: Depok

      Suka

  7. Aya Murning 8 Juni 2016 / 05:02

    Nama: Aya Murning
    Twitter: @murniaya
    Domisili: Palembang

    Ada sebuah kenangan yang berkesan sekaligus mengharukan dan inspiratif dari Bulan Ramadhan beberapa tahun yang lalu. Saat itu aku masih duduk di bangku kelas 10 dan kebetulan aku diterima menjadi salah satu murid di SMA negeri yang berbasis sangat islami di kotaku. Sekolahku mempunyai program wajib tahunan di bulan Ramadhan yaitu Pensantren Ramadhan bagi murid-murid kelas 10. Pesantren untuk kelas 11 dan 12 juga ada tetapi tidak sepadat untuk kelas 10. Bisa dibilang kalau Pesantren Ramadhan untuk kelas 10 adalah acara utama di Bulan Ramadhan. Program ini dikelola oleh senior yang anggota Rohis serta Osis dan tentu saja sudah melalui persetujuan dan bimbingan dewan guru. Pesantren ini berbeda dengan Pesantren Kilat yang ada di sekolah-sekolah lain karena isi acaranya jauh lebih berisi, padat, dan bermanfaat.

    Acara itu berlangsung selama 6 (enam) hari. Hari pertama hingga hari kelima kami rutin dari pagi datang ke sekolah ada ceramah dari para ustaz. Sementara itu, bagiku hari yang paling mengesankan dan menginspirasi adalah di hari terakhir, di malam puncak ketika kami semua wajib menginap di sekolah—mulai dari berbuka, tarawih, ceramah, tidur, sholat tahajud, muhasabah, sahur, dan sholat subuh—dikumpulkan dalam satu ruangan atau aula. Ya, tanpa fasilitas apa pun, hanya berbekal tikar dan bantal untuk tidur secara massal. Mirip-mirip orang di pengungsian lah.😄 Bahkan kami melaksanakan makan dan sholat di tempat yang sama.

    Di malam itu, yang paling membekas adalah sesi muhasabah. Muhasabah dilakukan setelah sholat tahajud—sekitar pukul 01:00 WIB—hingga sebelum masuk waktunya sahur. Kami bermuhasabah berjama’ah yang dipimpin oleh beberapa ustaz dan seorang qori. Ruangan sengaja dimatikan semua lampunya sehingga menjadi gelap gulita dan begitu panas karena semua kipas pun ikut dimatikan. Sementara semua siswa putri masih menggunakan mukenah masing-masing. Kebayang kan sepanas apa di dalam aula sempit yang dihuni hampir 300 orang? Ngehirup oksigen aja berebutan.😦

    Mengawali muhasabah, kami dibacakan beberapa ayat suci Al-Qur’an dan terjemahannya oleh seorang qori bersuara sangat merdu. Untaian kalimat yang diucapkan oleh para ustaz setalah pembacaan ayat suci tersebut seketika membuat kami mulai tersedu. Kata demi kata yang mengupas mengenai isi dari ayat Al-Qur’an tersebut meluncur deras menusuk telinga dan menampar ego kami masing-masing. Mirip seperti cara Ustaz Maulana di tv ketika memimpin doa. Semakin banyak ayat yang dibacakan, semakin banyak kalimat yang didengungkan oleh ustaz dari toa, semakin deras pula raungan dan tangisan yang terdengar dari segala penjuru ruangan. Bukan, ini bukan tentang orang kesurupan. Ini adalah tangis penyesalan dari para murid yang teringat akan dosa apa saja yang telah kami lakukan selama hidup, tentang perbuatan apa saja yang sudah kami lakukan pada sesama manusia terutama kepada orang tua kami, tentang kewajiban ibadah apa saja yang sudah kami lewatkan dengan sengaja selama ini, tentang bayangan bagaimana jika pulang nanti kami tak akan bertemu dengan orang tua kami lagi yang telah terbujur kaku di pembaringan, tentang bayangan bagaimana persiapan amal kami yang akan dibawa ketika kami akhirnya dipanggil Tuhan kelak, tentang bayangan bagaimana siksa kubur yang akan kami dapatkan ketika sudah meninggal nanti.

    Tak jarang kudengar teriakan yang memanggil “mama” atau “ibu” atau “bunda” dari teman-temanku yang lain. Aku tak bisa menahan air mata dan raungan tangisanku sendiri. Sekujur tubuhku gemetar ketika teringat akan semua limpahan dosaku dan wajah orangtuaku yang muncul ketika aku memejamkan mata. Seketika aku merindukan mereka yang sedang ada di rumah dan aku masih sangat ingin melihat raut wajah yang penuh kasih sayang dari mereka ketika aku pulang ke rumah. Sulit untuk menghentikan tetesan air mata dan sesenggukan dari tangisan ini bahkan ketika muhasabah telah berakhir menjelang waktu sahur. Tapi aku sangat bersyukur, aku merasa menjadi salah satu orang yang beruntung mendapat kesempatan mengikuti muhasabah itu yang tidak di semua sekolah punya program tahunan yang menarik dan bermanfaat seperti itu. Momen itu akhirnya telah menyadarkanku akan banyak hal yang seharusnya aku lakukan pada hari ini, esok, dan seterusnya.

    Suka

  8. Hakimah putri 9 Juni 2016 / 13:52

    Alhamdulillah dihari pertama puasa keponakanku telah lahir, dihari kedua kudengar kabar keadaannya kritis karena mengalami jantung bocor, Sayangnya tidak semua RS dapat menangani. Kulihat omku begitu sedih,saat itu aku tidak melihat sosok om yang slama ini kukagumi,sosok yang selalu tampak cerdas,berwibawa dan sabar. Setelah kucari informasi keberbagai RS besar hasilnya nihil. Akhirnya untuk menenangkan beliau malam itu juga aku berikhtiar keliling keberbagai RS bersama ayahku mungkin bila via telpon tidak ada tapi bila ditempat ada,tapi hasil yang didapat pun sama nihil. Akhirnya akupun pulang dengan tangan kosong dan akan melanjutkannya esok hari dan bila memang tidak ada akan dilakukan perawatan diluar negri. Tapi ternyata tuhan berkata lain, tuhan telah mengangkatnya kesurga untuk menjadi pelindung orang tuanya kelak. Amin…

    pelajaran yg kudapat saat itu adalah tidak semua hal dapat dibayar dengan materi. jadi janganlah kamu mengejar materi dan melupakan tuhanmu. Karena dalam hidup ini tidak semua dapat dibayar dengan materi,bahkan campur tangan tuhanlah yang paling besar dalam hidup ini.
    Satu lagi hidup manusia telah ada yg mengatur bahkan bayi baru lahir dapat meninggal dengan sangat cepat. Maka manfaatkanlah waktu dengan sebaiknya dan perbanyaknya beribadah.

    Suka

    • hakimah putri 11 Juni 2016 / 13:06

      maaf kelupaan 🙂
      nama : hakimah putri
      twitter : @kimah_khimah
      kota tinggal: bekasi,jawabarat

      sempet pesimis komennya kemarin gak muncul tapi ternyata skarang ada 🙂

      Suka

  9. Humaira 9 Juni 2016 / 15:07

    Nama : Humaira
    Twitter : @RaaChoco
    Kota Tinggal : Purwakarta – Jawa Barat

    Ceritakan kisah pengalaman ramadhanmu yang inspiratif ya

    Pertama kali ikut pesantren kilat itu waktu baru kelas 1 SMA, itu karena diwajibkan untuk ikut yang namanya pesantren kilat, biasanya sih di rumah bantuin mamah :). Banyak yang didapat disana, mulai dari teman, ilmu agama, buku dan banyak hal menarik lainnya. Selain itu masih banyak lagi yang dilakukan, panitia mengadakan sembako murah. Saat itu orang yang tidak mampu menukar uang 5000 dengan bahan-bahan sembako. Terus, diakhir masa pesantren kilat. Aku, semua peserta pesantren kilat dan semua panitia keliling membagikan takjil bukan kepada orang-orang yang melintas saja, tapi diutamakan kepada yang tidak mampu. Misal, (maaf) pemungut sampah, (maaf) peminta sedekah, pedagang yang sedang berkeliling menjajakan dagangannya. Tentunya itu merupakan pesantren kilat pertama dan mengesankan yang aku ikuti, banyak pelajaran yang bisa aku petik dari itu semua.

    Suka

  10. Fitri nur hidayati 10 Juni 2016 / 04:33

    Nama : Fitri Nor Hidayati
    Twitter : Fitrii_fnh
    domisili : Gresik, Jatim
    jawaban :

    Ceritakan kisah pengalaman ramadhanmu yang inspiratif ya:)

    Ini cerita bermula pas kalau gak kelas 5 ya 6 MI , kebetulan saya sudah diajari orang tua puasa sejak dari kelas 1 MI . waktu itu pas pulang sekolah jam 12 an, biasanya hampir tiap hari sehabis pulang sekolah itu main sama temen , nah waktu itu kata temen ada yang jualan cincin mainan di pasar *yang harganya murah tapi bagus harga nya dulu 1000 rupiah , terus kita ngerencanain buat beli nanti pas pulang sekolah, nah diantara kita semua 6 anak yang punya sepeda ontel saat itu cuma saya dan satu teman saya. gak mungkin kan satu anak bonceng 2 orang? dan kita memutuskan untuk jalan kaki saja ke pasar, gak jauh jauh amat sih, kalau jalan kaki mungkin 20-25 menit nyampek tapi itu pas dalam keadaan puasa, jadi bisa bayangin dong gimana panasnya jam 12 siang itu? diperjalanan kita bercanda, ada sepeda motor lewat kita ayunin tangan *Berharap dikasih tumpangan hahaha, dan akhirnya ada juga yang ngasih tumpangan tapi cuma untuk 3 orang, akhirnya saya dan kedua teman saya yang naik. wkwk jahat banget saya waktu itu, cuma butuh beberapa menit buat nyampek dia pasar. gak beberapa lama ke tiga teman saya sudah nyampek juga. kita milih milih cincin dan pulang, pulang nya pun kita harus jalan kaki. banyak banget orang orang yang lalu lalang jalan ngeliatin kita sambil geleng geleng kepala mungkin dalam pikiran mereka *Eh busett itu bocah bocah, jalan jam segini gak panas apa ya? lagian bulan puasa juga, eh paling tu bocah bocah kagak puasa. Eitss jangan salah meskipun kita masih bocah, tapi dari kecil kita sudah di perkenalkan dengan agama, sebagian dari kita puasa kok termasuk saya. sampai di kampung, saya dan teman teman tidak langsung pulang, kami mampir kerumah teman kami yang orang tuanya jarang dirumah, kebetulan rumahnya punya balkon . dannn disitulah godaan terberat saya. disaat yang lain enak enak.an minum air putih segerr, saya yang puasa gak mungkin dong ikutan minum meskipun saat itu hausnya luar biasa, nanti kalau ditanya orang tua gimana? akhirnya saya hanya diam saja dan berpikir udah setengah hari, dibatalin juga nanggung, dosa juga, yaudalah saya hanya menonton tv sedangkan mereka melanjutkan minum nya.

    Suka

  11. Ana Bahtera (@anabahtera) 10 Juni 2016 / 05:36

    Nama : Ana Bahtera
    Twitter : @anabahtera
    Kota tinggal : Aceh

    Pengalaman inspiratif??
    kejadiannya ramadhan 3 tahun yang lalu.
    Sekitar ramadhan ke 25an, beberapa hari lagi bakalan menyambut lebaran idul fitri, udah semarak sukacita di rumah juga. Disebabkan kuliah keluar kota jadi ramadhan adalah waktu yg tepat berkumpul dengan teman-teman SMP, mengadakan buka bersama demi tetap menjalin silaturahmi.

    hari itu dari pagi kota kami memang diguyur gerimis, sejak awal mamak tidak mengizinkan untuk ikut buka bersama hari ini, alasannya karena hujan dan udara yang dingin. Rasanya dulu kalau tak ikutan buka bersama bakalan rugi karena jarang bisa berkumpul dengan teman-teman. Seharian kerja merayu mamak biar dikasih pergi dan akhirnya habis shalat ashar mamak kasih izin walaupun pastinya dengan berat hati.

    Buka bersama itu berjalan lancar, tawa dan berbagi cerita walaupun hujan tetap masih turun diluar sana, setelah shalat magrib berjamaah satu persatu muai meinggalkan tempat buka bersama, mmak menelpon mengatakan jangan pulang dulu kalau masih hujan, Tapi dasarnya aku yang tak sabaran menunggu, hujan gerimis & berbekal mantel akhirnya aku tetap melawan hujan & pulang karena teman-teman lain juga memilih demikian.

    Hanya jarak 2 belokkan lagi sebelum sampai rumah, mataku tak lihai karena rintik hujan mulai terasa & kecepatan mmotor juga sudah di atas rata-rata. Ban sepeda motorku masuk ke dalam lobang kecil yang tertutup air hujan ditengah jalan, aku banting stang ke kanan. Naas! ternyata aku salah langkat dan sepeda motorku terpelanting hingga 5 meter ke depan dan tentu saja aku terseret dan basah oleh air huajn bercampur tanah.

    Aku sadar, tapi tak biosa berkata apa-apa, syok tepatnya! langsung teringat pesan mamak dari awal untuk tak pergi hari ini. seorang ibu & lelaki paruh baya memapahku ke warung mereka. Penampilanku benar-benar kacau, Ibu itu memberikanku air manis hangat dan itu sangat membantu. Kaca lampu depan sepeda motorku pecah, bannya bengkok..benar-benar kecelakaan tunggal yang parah, badanku tak ada luka, atau ntah aku tak merasakan apa2 awalnya.

    aku mulai bingung, jelas2 aku tak bisa pulang dengan kondisi seperti ini, dengan sepeda motor yg tak bisa dikendarai lagi. kuputuskan menelpon ama( ayah) karena kalau aku telpon mamak bakalan panik. Ama hanya menjawab “Ya” pendek ketika sepintas kuceritakan, untungnya Ama juga belum pergi taraweh ke menasah. namun aku sadar dibalik kata “Ya” terangkum semua ceramah panjang. Tak lama Ama datang dan membawa aku pulang serta menitipkan sepeda motorku di bengkel terdekat.

    Ternyata sampai rumah Aku baru sadar banyak lebam di tangan & kaki ku bahkan kakiku berdarah. keesokkan harinya tangan kananku kembung sampai tak bisa digerakkan, benar-benar penyesalan datang di akhir. akibat tak mendengarkan orang tua aku malah celaka dan tak bisa menikmati lebaran idul fitri tahun itu.

    Kejadian itu tetap selalu ku ingat agar ke depannya memang harus di izinkan orang tua dalam mengambil langkah atau mengerjakan sesuatau. Ridho Allah adalah ridho orangtua.

    Suka

  12. shespicaforest 10 Juni 2016 / 15:32

    Nama: Diah P
    Twitter: @She_Spica
    Domisili: Bekasi

    Pengalaman paling inspiratif yg pernah terjadi di hidupku adalah sekitar 5 atau 6 tahun yg lalu dimna saat itu aku masih SMA. Aku mempunyai kakak yg sudah menikah dan dibawa suaminya. Ayahku sudah tiada sejak aku berumur 7 tahun, jadi ibuku adalah seorang single parent dan kami hidup hanya berdua saja.
    Ibuku membanting tulang setiap hari demi menafkahi hidup kami. Agar bisa makan, aku selalu menunggu ibu untuk pulang dan membawa bingkisan makanan yg dia beli diperjalanan pulang. Aku sudah terbiasa dgn tradisi ini sampai ketika aku berkunjung ke rumah teman dan melihat dia begitu bahagia memakan masakan ibunya yg memang sangat lezat, karena aku juga ikut makan di rumahnya. Karena kjadian itu aku kepikiran kenapa ibu tidak pernh memasak untuk aku. Suatu hari aku menanyakan hal tersebut ke beliau, dan beliau hanya berkata, “Emak sibuk, Ade.” Tentu saja jawabannya tidak memuaskanku.
    Ketika bulan Ramadhan tiba, hal tersebut terus terulang. Aku selalu buka dan sahur dari makanan yg dibawa ibu. Sementara aku selalu membayangkan makanan hangat dan lezat yg dinikmati oleh teman2ku hasil olahan ibu mereka sendiri. Aku ingat ketika itu hampir seminggu mau lebaran, aku lagi2 bertanya kepada ibu kenapa beliau tidak memasak seperti teman2ku?
    “Jangan samakan kita dgn mereka, Ade. Mereka punya bapak yg kerja dan ibu yg tinggal di rumah. Wajar kalau ibu mereka memasak. Ibu kan cape pulang kerja jadi gak bisa masak. Kalau Ade mau ibu masak, ibu harus berhenti kerja, tapi nnti kita makan uangnya darimana?”
    Aku marah sekali pada ibu saat itu karena menurutku ibu sama sekali tidak mngerti perasaanku. Sisi egois dan kekanakanku bilang untuk tidak mau tahu apapun kesusahan ibu. Aku cuma mau ibu masak, apa susahnya?
    Aku langsung pergi saat itu dan menghubungi salah satu sahabatku, berniat untuk curhat dan melampiaskan kekesalanku. Gak taunya aku disuruh menemui dia di perempatan jalan besar yg banyak lampu merah. Ternyata dia dan teman2 remaja masjidnya sedang membagikan takjil bagi orang2 di jalan. Karena gak enak hati, aku pun membantu dia membagikan takjil juga, sekalian ikutan buka di sana, hitung2 melarikan diri dari rumah.
    Aku ingat ketika membagikan takjil, ada seorang anak kecil berusia sekitar 12 tahun menghampiriku.
    “Mbak, boleh minta makanannya 2 lagi?”
    “Buat siapa, Dek?”
    “Buat adik2 saya, mbak. Itu mereka di sebrang jalan sana.”
    Dia menunjuk 2 anak kecil yg sedang duduk di pinggir jalan lain dan tampak kumal seperti dia. Aku langsung bisa menyimpulkan bhwa mereka adalah pengemis. Iseng aku bertanya, “kenapa gak pulang aja? Kan kalau udh punya duit bisa mnta masakin ke ibunya”
    Dia tertawa, “Ibu darimana, mbak. Orang kami tinggal bertiga aja.”
    “Emang kemana ibu-bapakmu?”
    Dia mengangkat bahu. “Kita mah udah dapet makanan gratis begini udah alhamdulillah, mbak. Apalgi di bulan puasa bgini banyak yg ngasih makanan di jalan. Kalo uang hasil mnta2 kami mah kebanyakan diambil sama mang…(lupa namanya) soalnya dia jeger disini. Makanya kita mah lebih seneng dapet makanan langsung daripada uang. Itung2 ganjel perut sampe besok.”
    Jleb jleb jleb. Rasanya tuh nyelekiiit banget denger ucapan tuh anak. Saya sampai dibikin terpaku bahkan terus2an natap tuh anak yg berlari menghampiri kedua adiknya.
    Di sana saya langsung istigfar berkali2. Saya merasa udh jadi hamba yg gak bersyukur krna gak harus kerja buat bisa makan. Apalgi cuma krena hal remeh gak dimasakin ibu. Saya langsung sadar bhwa saya bruntung sekali mash pnya orangtua walaupun cuma satu. Ibu yg susah payah membanting tulang untuk saya tetap sekolah dan perut terisi.
    Pada saat itu saya langsung pamit pulang ke sahabat saya sambil nahan nangis. Sahabat saya mengiyakan saja sambil bingung. Saya langsung pulang tapi gak bisa mnta maaf ke ibu. Gengsi. Tapi melihat saya pulang tepat sebelum azan mgrib berkumandang, saya lihat ibu terasa lega sekali. Airmata saya langsung tumpah sambil cium tangan ibu.
    “Ayo buka puasa, mak.” Kataku. Dan ibu mengangguk dgn binar pengertian yg sungguh mengiris hatiku.
    Sejak saat itu aku tidk lg brkomentar apapun tntang makanan yg dibawa ibu. Aku terus2an bersyukur krna mash bisa hidup layak. Bahkan aku mulai blajar masak sendiri. Masak untuk aku dan ibu.
    Itulah pengalaman paling inspiratif di buln Ramadhan yg pernah terjadi di dlm hidupku. Terima kasih sudh mmberi kesempatan untuk saya menceritakan kembali kenangan ini 😊

    Suka

  13. Asep Nanang (@asepnanang59) 10 Juni 2016 / 22:33

    Nama: Asep Nanang
    Twitter: @asepnanang59
    Domisili: Jambi

    Inspirasi bulan Romadhon yang pernah saya alami terjadi ketika saya mendaftar kuliah, kurang lebih lima tahun yang lalu. Waktu itu saya dan dua orang teman saya pergi ke Bandung untuk mendaftar kuliah di universitas yang ada di kota tersebut. Dengan berbekal restu dan uang saku dari orang tua saya dan dua teman saya mengikuti tes masuk perguruan tinggi. Bukan suatu hal yang mengikuti tes masuk PT (perguruan tinggi) yang letaknya jauh dari rumah, maklum saya yang berdomisili di Jambi harus menempuh jarak lebih dari 1000 kilometer untuk sampai di Bandung. Oleh karena itu, saya dan dua teman saya tidak mau gagal dalam tes ini. Ada satu kejadian yang tidak akan saya lupakan ketika saya mengikuti tes masuk PT saat itu. Sewaktu saya pulang dari tempat tes saya berpapasan dengan ibu-ibu dengan pakaian sederhana bahkan bisa disebut kumal, berdasarkan penampilannya saya pastikan ibu tersebut seorang pengemis. Saya pun merogoh saku saya, dan saya hanya menemukan selembar uang sepuluh ribu, jika saya berikan pada si ibu, saya tidak akan bisa naik angkot untuk pulang ke kost yang saya sewa bersama teman-teman. Saya pun pulang jalan kaki, sebelum saya pergi sepintas saya mendengar ibu-ibu tadi mendoakan supaya apa yang saya inginkan segera terkabul. Ternyata doa si ibu mujarab, satu minggu kemudian saya dinyatakan lulus tes masuk PT favorit saya. Alhamdulilllah…

    Suka

  14. Mariyam Riya 11 Juni 2016 / 03:00

    mariyam
    @mariyam_elf
    surabaya

    ramadhan 5th lalu menyadarkanku akan artinya sebuah kehilangan. tepat sebelum datangnya bulan ramadhan, ayahku pergi untuk selamanya. saat itu aku dan keluargaku terpukul atas meninggalnya Beliau. sehingga pada saat ramadhan, kami sekeluarga masih dirundung duka. terutama aku. aku msh berumur 15th wkt itu, baru lulus smp dan masuk smk. biasanya pas ramadhan pasti rame kumpul semua. tetapi sejak saat itu ramadhan rasanya sepi. namun aku perlahan sadar bahwa memang semua itu sudah takdir yang pasti juga akan terjadi pada diriku sndri. sehingga mulai saat itu, aku mencoba untuk menyambut ramadhan dengan semangat lagi.
    ntah ini menginspirasi atau tidak, setidaknya aku udh bisa menjadi lebih kuat lagi saat ramadhan datang.

    Suka

  15. Ainekayul 12 Juni 2016 / 06:18

    Nama : Aini Eka
    Twitter : @ainekayul
    Domisili : Samarinda

    Pengalaman inspiratif ramadan?
    Yang paling inspiratif itu ramadan tahun ini sih bagi saya.
    Dari dulu saya selalu bergaul dengan teman-teman sesama muslim, karena di daerah saya tinggal jumlah nonmuslim satu kecamatan bisa dihitung jari. Tapi ramadan kali ini, setelah saya memasuki dunia kampus, saya jadi memiliki banyak teman dengan latar belakang suku dan agama berbeda.
    Baru kali ini saya berteman dekat dengan seseorang nonmuslim, Mbak Dea namanya. Mbak Dea sangat luar biasa, dia memiliki rasa toleransi yang sangat tinggi. Biasanya, mbak dea paling anti bangun subuh; namun spesial ketika ramadan dia rela melek dini hari untuk membangunkan kami yang muslim atau sekadar ikut meramaikan grupchat. Mbak Dea biasanya selalu makan sebelum jam 12 siang, namun dia memilih menahan lapar agar tetap bisa bersama kami alih-alih pergi mencari makan. Mbak Dea juga bersedia ikut kegiatan buka bersama dengan kami meski dia harus ditinggal sendirian karena kami harus sholat maghrib terlebih dulu.

    Saya sangat kagum dengan sikap toleran Mbak Dea karena setelah dipikir-pikir, saya pribadi tidak akan mampu menjadi seperti Mbak Dea.
    Sederhana, namun hal itu sangat wow bagi saya karena baru kali ini saya berteman dekat dan berinteraksi langsung dengan seseorang yang berbeda agama. Bahwa mereka sangat menghormati kami yang muslim dan berpuasa.

    Suka

  16. Daisy Skys 12 Juni 2016 / 14:50

    nama : Daisy S
    twitter : @Daisy_skys
    kota tinggal : Semarang

    Ramadhan .
    Saya tinggal dengan keluarga dengan kepercayaan yang berbeda .Ibu dulu muallaf ayah saya muslim .Kakak saya penganut kristiani seperti kakek saya .Dan saya memilih menjadi seorang muslim .
    Bagi saya kisah ini nggak akan pernah terlupakan .Hari itu saya sahur sendirian . Ibu nggak puasa karena sakit ayah juga diluar kota .Kakak saya yang non muslim juga nggak puasa .
    Rasanya beda sekali .Saat orang orang sahur dan merasakan kehangat keluarga saya malah sahur sendirian .

    Tapi yang membuat saya kaget waktu itu adalah tiba tiba kakak saya melaksanakan sholat subuh ? Nah loh bukannya kakak non muslim ya ? Aneh . Sumpah waktu itu saya terharu ternyata kakak saya memutuskan untuk menjadi muallaf dan masuk islam alasannya karena sering dengar tadarus al quran saya setelah aholat subuh .dia percaya seperti saya bahwa islam adalah agama yang paling sempurna .

    Tahun itu pertama kalinya saya melaksanakan puasa bersama kakak .Tadarus bersama – sama .Setidaknya saya nggak sendirian lah karena ibu sakit .

    Pokoknya saya nggak akan pernah lupa hari itu .

    Disukai oleh 1 orang

Silakan Tinggalkan Jejak