Majapahit Kerajaan Islam

cover Majapahit Kerajaan Islam
cover Majapahit Kerajaan Islam

Judul                            : Majapahit Kerajaan Islam

Penulis                          : Herman Sinung Janutama

Penerbit                       : Noura Books

Editor                          : Imam Muhtarom

Tahun Terbit                : Pertama, April 2014

Jumlah Halaman          : 184 halaman

ISBN                           :  978-602-1637-05-0

Harga                           : 39.000,-

Peresensi                     : Muhammad Rasyid Ridho, Pustakawan-Koordinator Klub Buku Booklicious di Malang.

Dalam sejarah Majapahit selalu diidentikkan dengan agama Hindu. Hal ini jika dilihat dari peninggalan berupa candi dan beberapa tempat yang biasa menjadi tempat sakral pemeluk Hindu. Namun, tidak sedikit pula yang mencoba membuat antitesa dari tesis yang sudah lama berkembang ini. Termasuk dari pelajaran yang diajarkan di sekolah-sekolah.

Adalah Louis Charles Damais, Profesor sejarah antropologi dari Prancis mengatakan bahwa tesis perihal Nuswantara itu masih perlu dipertanyakan. Seperti penaklukan para petualang Hindu ke Nuswantara. Menurutnya, hal ini tidak pernah memiliki argumen yang proporsional.

Hal ini berdasar fakta bahwa di Nuswantara tidak pernah ada peninggalan bahasa penganut Hindu. Justru, yang menonjol adalah kosakata Sanskerta yang memperkaya bahasa-bahasa Melayu Kuno, Jawa Kuno dan Bali Kuno. Bahkan, sebagian besar kosakatanya berupa bahasa dan istilah teknik. Kata-kata Sanskerta ini pun asalnya bukan dari para pendatang Hindu, melainkan berasal dari kitab-kitab kuno yang dibaca orang Nuswantara zaman dahulu. Secara linguistik, jelas tidak terdapat peninggalan bahasa lisan orang India kuno di Nuswantara.

Maka, sebenarnya istilah Hindu yang dipakai oleh sejarawan Belanda itu mengacu pada istilah hindoesh, Indische, Indie atau Indo. Pengertian kata-kata ini mutlak berarti Hindia Belanda. Hal ini bersesuaian dengan istilah Oost Indische (Hindia Timur) untuk dunia Islam (Islamtand) sebelah timur Granada. West Indische (Hindia Barat) untuk Islamtand di sebelah barat Granada, Spanyol. Dalam peta dunia, bisa dilihat bahwa Granada adalah kota yangd ditetapkan kaum kolonial sebagai garis bujur bumi nol derajat.

Karena para penulis sejarah Nuswantara tidak menjelaskan secara terperinci apa yang dimaksud dengan koloni-koloni Hindu pada zaman dahulu. Maka sebagai konsekuensinya, kalimat “Raja-Raja Hindu Majapahit” atau “Pula Hindu” (untuk Bali) sama sekali tidak benar. Bahkan, beberapa tokoh di Bali lebih suka disebut sebagai agama Siwa (halaman 9). Jadi asumsi Hinduisme ini sebenarnya tak layak.

Herman (penulis Majapahit Kerajaan Islam) sendiri mengungkapkan, jika dicermati secara saksama, religi yang berkembang di Nuswantara adalah agama Abraham atau millatu Ibrahim. Hal ini tertera dalam catatan Fa Xian atau Fa Shien sepulang dari India pada era tahun ketujuh Kaisar Xiyi (441 M). Fa Xian yang ulama senior di China waktu itu sempat singgah di Yapoti (Jawa dan atau Sumatera) selama lima bulan. Dia mengatakan bahwa agama Abraham di Yapoti sangat berkembang, sedangkan Buddha tidak seberapa pengaruhnya.

Buku ini Herman tulis sebagai tandingan para sejarawan yang banyak diantaranya selalu mengikuti sejarah Nuswantara yang ditulis oleh para Kolonial, dalam hal ini adalah Belanda. Sejarawan kolonial seringkali menulis sejarah Nuswantara dengan struktur “tidak-akan-melihat-Islam”, seperti kata Nancy K. Florida (seorang filolog berkebangsaan Amerika Serikat). Karenanya, Herman mencoba menulis sejarah Nuswantara dengan “apa adanya”.

Jika para sejarawan kolonial menganggap bahwa yang pertama datang ke Nuswantara adalah petualang Hindu atau Buddha. Sedangkan dalam tradisi lisan klasik yang selama ribuan tahun lestari tertanam dalam ingatan orang Nuswantara berbeda. Salah satunya yang termaktub dalam Jangka Jayabaya mengatakan bahwa yang pertama kali datang ke Nuswantara  adalah para utusan Nabi Ibrahim a.s. (sekitar 3500 SM).

Menurut Herman, Jangka Jayabaya berarti Nubuwwah Islamiyah. Jadi, bukan ramalan, melainkan sebuah peletakan periodisasi zaman yang telah, sedang dan akan dilaksanakan oleh Orang Nuswantara. Ia semacam Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Namun, rentang waktunya sangat panjang, sekitar 2100 tahun. Sejak orang Nuswantara masih millatu Ibrahim hingga kemudian memeluk dienul Muhammad atau Islam.

Herman mengatakan bahwa para penyebar Islam di Nuswantara adalah para durriyah nabi atau para keluarga Nabi dari sahabat Ali dan putri Rasul, Fatimah Az-Zahra. Hal itu karena keadaan Timur Tengah yang mulai tidak sehat, maka para durriyah nabi ini harus eksodus ke China melalu jalur darat dan ke Nuswantara melalui jalur laur laut (halaman 33).

Jadi menurut Herman, orang Nuswantara sekarang adalah keturunan durriyah nabi. Buku ini mungkin sangat kontroversial. Namun, penulis tidak hanya mencoba merekonstruksi sejarah Nuswantara secara omong kosong. Namun, disertai dengan penelitian yang melahirkan beberapa bukti. Seperti penemuannya bahwa koin transaksi pada masa majapahit yang bertuliskan dua kalimat syahadat dan lambing kerajaan Majapahit yang memuat delapan unsur penting dalam Islam dalam bahasa Arab (lambang yang menjadi sampul buku sejarawan Prancis, Denys Lombard).  Maka selayaknya jerih payah penelitian penulis sekaligus budayawan yang dibantu oleh Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik Muhammadiyah ini diapresiasi.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi

(50- dimuat di Malang Post 12 Juli 2014)