A Love Song From Bunaken karya Marthino Andries

cover a love song from bunaken.jpg

Sukses Dengan Memaafkan Masa Lalu

Judul                            : A Love Song From Bunaken

Penulis                          : Marthino Andries

Editor                           : Shara Yosevina

Penerbit                       : Bhuana Sastra

Tahun Terbit                : Pertama, Januari 2018

Jumlah Halaman          : 180 halaman

ISBN                           :  978-602-455-375-3

Peresensi                     : Muhammad Rasyid Ridho, Pengajar Kelas Menulis SMKN 1 Tapen Bondowoso

Ajang pencarian bakat Indonesia Idol sudah selesai beberapa minggu lalu, dengan dua orang masuk Grand Final Abdul dan Maria, dan Maria sebagai juara pertama Indonesia Idol 2018. Bagi yang menyukai musik, lagu dan dunia tarik suara, hiburan ini sangat dinanti. Bahkan, ada salah satu warganet yang mengomentari salah satu video postingan akun Indonesia Idol, “Senin depan sudah nggak ada tontonan yang dinanti-nanti lagi deh.”

Ternyata, ada juga penulis yang menjadikan ajang pencarian bakat menjadi salah satu cerita dalam novel yang dikarangnya. Martino Andries, menulis novel yang berjudul A Love Song From Bunaken. Novel ini bercerita tentang Adrianus yang akrab dipanggil Adri. Asalnya dari pulau kecil seluas 8 kilometer bernama Bunaken yang terletak di seberang kota Manado, ibu kota Sulawesi Utara.

Setelah mendapat tawaran dari ibunya untuk sekolah di Jakarta,  ia langsung saya mengiyakan karena tiga alasan. Ada faktor gen avonturir alias petualang dalam dirinya. Orang-orang Bunaken dan Sulawesi utamanya sangat suka sekali bertualang. Kedua, ibunya yang single parent cukup memahami pentingnya pendidikan, sehingga dia tidak ingin anaknya tertinggal. Harapannya setelah pulang dari Jakarta, anaknya akan mampu mengembangkan kampung halamannya menjadi lebih maju. Alasan terakhir, dia sudah bosan sudah sepuluh tahun dia sekolah harus selalu bolak-balik dari pulau Bunaken ke kota Manado (halaman 11).

Menjadi anak kampung atau bahasa Marthino adalah Bopung, singkatan dari bocah kampung yang pindah ke kota metropolitan, Adri harus ekstra sabar dalam beradaptasi. Dia benar-benar katro, sehingga banyak yang mengolokinya sebagai Tarzan. Ditambah, lagi kesulitan adaptasi berbahasa Adiri yang meski telah setahun tinggal di Jakarta masih sulit untuk meninggalkan logat bahasa ala pulau timur-nya. Dia sudah mencoba memakai bahasa gaul Jakarta, dicampur bahasa Indonesia semampunya, malah lebih kacau lagi, dan menjadi bahan olokan lagi. Tersebab itulah dia hampir selalu menjadi korban perundungan alias bullying. Utamanya, perundungan dilakukan oleh Geng Arjun yang memang sering berbuat onar.

Pandangan sebelah mata dari orang-orang mulai pudar ketika dia menunjukkan bakatnya. Dia piawai memetik gitar dan, seperti kebanyakan orang timur yang punya suara merdu saat melantunkan lagu. Hal ini menjadi kebodohan yang membuat Arjun menyesal mengapa meminjamkan gitar eksklusifnya kepada Arjun. Niat untuk  semakin menyudutkan Adri gagal, dan malah membuat Adri mencuri perhatian banyak orang (halaman 16).

Meski, begitu upaya membuat Adri yang juga dekat dengan Dessy membuat Arjun selalu mencari segala cara untuk memisahkan mereka berdua. Hingga, suatu ketika ada insiden yang membuat Paw-Paw anjing di kantin sekolah kesayangan Adri mati karena Dessy. Karena, semakin banyak perundungan dan dia sudah tidak punya teman dekat seperti Dessy dan utamanya Paw-Paw sudah mati, Adri pun memutuskan untuk berhenti sekolah.

Hingga, beberapa tahun kemudian, Dessy telah menjadi juri termuda dalam ajang pencarian bakat yang menyelenggarakan seleksi awal di Manado. Saat itu, ada peserta bernama Dion dan temannya Sinyo yang ingin mencoba peruntungan, siapa tahu mereka masuk dan dapat uang agar bisa kembali ke Bunaken. Ya, mereka adalah pedagang namun  uangnya hilang, dan ajang ini menjadi pertaruhan.

Dion sebenarnya percaya diri dengan bakat musiknya. Namun, ketika dia naik tahu ada salah satu juri yang wajahnya sangat dia kenal, yang dia benci dengan dendam. Sehingga,  membuat dia punya niat untuk membatalkan peruntungannya di ajang pencarian bakat tersebut (halaman 109).

Novel ini tidak terlalu tebal, tetapi cukup sebagai hiburan yang memberi makna. Ternyata, menjadi pemaaf, mampu menenangkan diri dan juga bisa membuat kehidupan yang lebih sukses. Tidak perlu mendendam, seperti kutipan perkataan Mama dalam novel ini. “Ketika musuh menampar pipi kirimu, apakah kamu berhak untuk balik menamparnya? (halaman 135)” Selamat membaca!

*dimuat di Radar Sampit 9 September  2018

**Ingin memesan buku? Ke Toko Buku Hamdalah wa http://bit.ly/085335436775
gabung juga di grup
 di http://bit.ly/TokoBukuHamdalahWhatsApp

***Ohya, kalau mau mencari info tentang buku baru, resensi buku, quotes dan info kuis atau giveaway berhadiah buku, bisa gabung ke channel telegram yang saya kelola yang bernama Buka buku Buka Dunia : t.me/bukabukubukadunia