(07-Resensi Buku 2013-Malang Post 10 Februari Februari 2013) Kisah-Kisah Inspiratif Penghalau Galau

cover Belajar-pada-Serigala-bukubiru

Judul                            : Belajar Kepada Serigala

Penulis                          : Rivaldo Fortier

Penerbit                       : Buku Biru (Diva Press)

Tahun Terbit                : Juli, 2012

Jumlah Halaman          : 224 halaman

ISBN                           :  978-602-7665-29-3

Peresensi                     : Muhammad Rasyid Ridho, Ketua Journalistic Club Ikom UMM dan anggota  Forum Lingkar Pena Malang Raya. Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi UMM.

Ada sebuah kisah seorang guru sufi mendatangi muridnya yang akhir-akhir ini sering galau. “Kenapa kau selalu murung , Nak? Bukankah banyak hal yang indah di dunia ini? Ke mana perginya wajah bersyukurmu?” tanya sang guru.

“Guru belakangan ini hidup saya penuh masalah. Sulit bagi saya untuk tersenyum. Masalah datang seperti tak ada habisnya,” jawab sang murid.

Sang guru menyuruh muridnya tersebut membawa segenggam garam dan gelas berisi air, kemudian memasukkan garam tersebut ke gelas sekaligus meminumnya. Asin yang tak enak dilidah maka yang didapatkan sang murid. Kemudian sang guru menyuruh muridnya lagi untuk membawa garam dan melemparkannya ke  danau dan juga menyuruh murid meminum air danau tersebut.

“Bagaimana rasanya?” tanya sang guru. “Segar, segar sekali, Guru,” kata si murid. “Terasakah asinnya garam yang kau tebarkan tadi?” tanya sang guru lagi. “Tidak sama sekali,” jawab si murid. “Nak, segala masalah dalam hidup ini seperti segenggam garam. Tidak kurang, tidak lebih. Hanya segenggam garam. Banyaknya masalah dan penderitaan yang hanya kau alami sepanjang kehidupanmu itu sudah dikadar oleh Tuhan sesuai kemampuanmu. Jumlahnya tetap, segitu-gitu saja, tidak berkurang dan tidak bertambah. Setiap manusia yang lahir ke dunia ini pun demikian. Tidak ada satu pun manusia, walaupun Nabi, yang bebas dari penderitaan.”

“Tapi Nak, rasa asin dari penderitaan yang dialami itu sangat tergantung besarnya kalbu (hati) yang menampungnya. Jadi, Nak, supaya tidak merasa menderita, berhentilah jadi gelas. Jadikan kalbu di dalam dadamu itu sebesar danau ini.”

Kisah tersebut adalah kisah pertama dalam buku ini di halaman 11-14. Begitulah kehidupan yang tercipta memang sebagai ujian bagi setiap manusia. Jadi, tak akan satu pun manusia di atas dunia ini yang luput dari satu ujian (masalah) sekecil apapun itu. Kisah di atas mengajarkan kita agar meluaskan hati kita seperti danau bahkan seluas samudera atau dunia sekalipun tak apa. Agar segala masalah yang ada tak ada bandingnya dengan bahagia yang sudah lama menginap dalam setiap hati kita.

Buku ini terdiri dari 29 kisah. Kesemuanya adalah kisah yang akan mengkayakan hati, menginspirasi dan memberi bahagia yang hakiki. Penulis tak hanya mengarang kisah-kisah yang menginspirasi namun juga mengambil kisah-kisah lain dalam buku ataupun koran semisal Kompas  dan majalah yang lainnya, yang menurutnya bermanfaat sekali bagi pembaca.

Penulis juga mengisahkan kisah Romi Satria Wahono, seorang penulis dan pengajar. Meskipun jadwalnya begitu padat namun Romi masih bisa begitu produktif. Dalam buku ini disebutkan beberapa kiat Romi bisa menjadi begitu. Pertama, kurangi tidur. Kedua, kurangi tidur. Ketiga, kurangi tidur.

Sejak SMA, Romi memang sudah membiasakan tidur hanya 3-4 jam dalam sehari. Awalnya, ia pusing dan sering tertidur di kelas. Namun akhirnya ia terbiasa juga dan bahkan ketika di Jepang kebiasaan tersebut membantunya mengejar banyak ketertinggalan masalah termasuk masalah bahasa. Sekarang, Romi membagi waktunya pagi sampai sore untuk urusan bisnis, mengajar dan penelitian. Mulai sore hari, dia menulis, memersiapkan bahan mengajar, atau berbagai pengalamannya di IlmuKomputer.com supaya teman-temannya mahir melakukan presentasi, mengajar di kelas, dan public speaking  (halaman 26-27).

Waktu menjadi sebegitu pentingnya bagi manusia. Bahkan, Allah pencipta semesta bersumpah tentang waktu dalam surat Al-‘Ashr. Dalam peribahasa arab waktu disebut sebagai pedang. Jika kita memakainya dengan baik maka akan bermanfaat bagi kita, namun bila kita lalai maka waktu akan memenggal kita yang bermaksud akan memberikan kerugian bagi kita. Hasan Al-Banna pemikir dan pemimpin pergerakan asal Mesir mengatakan, “Kewajiban itu lebih banyak dari pada waktu.” Dan salah seorang sahabat Nabi, Abdullah bin Mas’ud mengatakan, “Aku tidak senang melihat seseorang yang menganggur, tidak mengurus masalah dunia maupun akhirat.”

Yang lebih memecut adalah perkataan Hasan Al-Bashri, “Jangan lagi katakan ‘Besok, besok.’ Sebab, kamu tidak pernah tahu, kapan kamu kembali menemui Rabbmu. Wahai anak Adam, sesungguhnya kamu ini tidak lain hanyalah perjalanan waktu; setiap kali waktu berlalu, berarti hilanglah sebagian dirimu.”

Buku ini juga memberikan tips-tips agar kita mulai mencintai budaya baca yang sebenarnya adalah budaya Islam sejak lahir. Tentu pula, kisah yang berjudul sama dengan judul buku ini yang menceritakan tentang Serigala yang buas karena dibantu oleh manusia kemudian menjadi jinak, menjilat-jilat tangan pembantu dan tak menakutkan sama sekali. Pelajaran yang bisa diambil, manusia saja bisa membuat damai dengan hewan buas. Maka, tak dapat disangsikan sesama manusia pun bisa didamaikan dalam persatuan dan persaudaraan.

Nyaris saya mengatakan buku ini mendekati sempurna, jika saja tidak saya temukan kesalahan salah ketik ‘mulia’ yang seharusnya ‘mulai’ (halaman 172). Namun, walau begitu buku ini layak Anda baca, guna mengisi hari, menghibur hati, sekaligus mengkayakan hati dengan inspirasi.