Bersetia

Pelajaran Dari Kisah Pasutri Muda

Judul                            : Bersetia

cover Bersetia
cover Bersetia

Penulis                          : Benny Arnas

Penerbit                       : Qanita-Mizan

Editor                          : Indradya SP

Tahun Terbit                : Pertama, 1 April 2014

Jumlah Halaman          : 604 halaman

ISBN                           :  978-602-1637-25-8

Peresensi                     : Muhammad Rasyid Ridho, Pustakawan-Koordinator Klub Buku Booklicious.

Cerita fiksi tidak hanya berfungsi sebagai hiburan, tetapi juga sebagai kisah yang bisa diambil hikmahnya. Seperti kisah pasutri muda dalam novel yang berjudul Bersetia karya Benny Arnas.

Novel ini bercerita tentang Ratna Kusuma. Dia hidup di Rawa Malang. Ayahnya adalah tukang mabuk. Suatu ketika, sesampai di rumah dalam keadaan mabuk. Ratna yang dikira istrinya, dipukul dengan kayu tepat menghantam kepala. Setelah kejadian itu, ayahnya kabur dari rumah dan tidak pernah pulang lagi.

Meski keadaan keluarganya broken home, Ratna tetap bersabar dan berperilaku baik. Dia tetap membantu ibunya membungkus teh. Selulus SMP, Ibunya memperkerjakannya ke seorang Tionghoa yang memiliki toko di daerah Jatinegara yang bernama, Cece Po.

Semenjak tinggal bersama Cece Po, Cece Po mengganti nama Ratna dengan Embun. Embun rajin membantu dan berperilaku baik. Selain itu, Embun juga mahir dalam menyeduh teh. Hal ini mengingatkan Cece Po kepada mendiang suaminya yang sangat cinta pada teh. Akhirnya, Cece Po semakin sayang kepada Embun, hingga menganggap Embun seperti anaknya sendiri. Cece Po pun memberi banyak referensi –milik mendiang suamina,  tentang teh kepada Embun. Dari referensi-referensi tersebut, Embun semakin mahir membuat teh yang sangat enak.

Diam-diam ketika Embun menjaga toko Cece Po, ada lelaki muda yang sering mengamati bahkan memotret Embun dengan kamera yang selalu dia bawa. Lelaki muda itu mengaku bernama Brins. Terlihat Brins tertarik pada Embun, dan Embun pun tertarik pada Brins. Ya, mereka saling mencintai.

Hingga akhirnya, keduanya sepakat untuk menikah. Pihak Brins diwakili oleh ayah angkatnya, Om Sel. Sedangkan Embun, diwakili oleh Cece Po. Kedua orang tua angkat mereka yang membantu dari awal proses hingga hari pernikahan.

Sebagaimana pasutri muda lainnya, tentu setelah prosesi pernikahan adalah hari-hari yang manis dan indah. Dengan keahliannya membuat teh, Embun bahkan membuat teh khusus untuk suaminya, Brins. Mereka membiasakan minum teh dengan ritual ringan namun menyenangkan, menambah keharmonisan dan keromantisan keduanya.

Namun, seusai masa-masa manis madu. Dimulailah ujian dalam menjalani pernikahan. Kisah ketidakharmonisan, dan kesalahpahaman di antara keduanya. Meski memiliki takdir yang sama dalam hal rumah tangga orang tua, namun mereka memiliki perbedaan kebiasaan hidup. Embun yang menjaga toko Cece Po, jarang keluar rumah, lugu, sederhana, sekali mencintai seseorang maka dia sangat mencintai orang itu dan juga pencemburu. Sedangkan Brins, adalah seorang fotografer-meski saat itu telah menjadi bos- yang tampan, dekat dengan banyak model dan rata-rata menyukainya sehingga itu sering membuat Embun cemburu.

Awalnya Embun biasa saja, karena merasa yakin suaminya tidak akan mengkhianatinya. Kemudian, ketika ada sms mencurigakan dari salah satu model partner kerja suaminya, Embun mulai tidak bisa menyembunyikan kecemburuannya. Puncaknya, ketika Embun datang ke kantor Brins dan ketika di depan ruang kerja Brins dia bertemu model yang berlari. Model itu berlari keluar dari ruang kerja Brins dan dengan pakaian yang robek dan mengaku bahwa Brins memaksanya untuk melakukan hal yang tak senonoh.

Sontak Embun kaget dan tak percaya. Namun, hatinya sudah hancur dengan bukti yang dia lihat dengan kedua pasang matanya sendiri. Dia akhirnya, berniat kabur dari rumah dan akhirnya memilih perjalanan ke Lubuklinggau. Di sinilah nantinya akan terbuka semua misteri yang dibangun oleh Benny Arnas.

Kendati kisah percintaan semacam ini bukanlah hal yang baru, novel karya penulis asli Lubuklinggau ini layak diapresiasi. Puzzle dirangkai sedemikian apik oleh Benny, sehingga pembaca tak akan berhenti membaca novel ini dari awal hingga akhir. Seperti khasnya dalam menulis cerpen dengan diksi yang indah, Benny mempertahankan khas tersebut dalam novel perdananya ini. Meski ada perbedaan yakni cenderung seperti sinetron, selebihnya novel ini tetap layak Anda baca dan koleksi.

Setidaknya, novel ini memberi hikmah pada pembaca bahwa pernikahan adalah kehidupan, dan kehidupan tak akan pernah sepi dengan ujian. Selamat berkunjung ke Jakarta dan Lubuklinggau dalam novel ini!

* Resensi ini diikutkan lomba menulis resensi buku karya-karya Penulis FLP dalam rangka Milad FLP ke-18. Resensi ini pernah dimuat di Tribun Jogja tanggal 22/Februari 2015.