Mei Hwa Dan Sang Pelintas Zaman

Sejarah Penting Indonesia Dalam Novel

cover mei hwa dan sang pelintas zaman
cover mei hwa dan sang pelintas zaman

Judul                            : Mei Hwa Dan Sang Pelintas Zaman

Penulis                          : Afifah Afra

Editor                          : Ayu Wulan

Penerbit                       : Penerbit Indiva, Solo

Tahun Terbit                : Pertama, 2014

Jumlah Halaman          : 368 halaman

ISBN                           :  978-602-1614-11-2

Peresensi                     : Muhammad Rasyid Ridho, Pustakawan-Pendiri Klub Pecinta Buku Booklicious.

Sejarah akan berulang, dekat atau lambat. Ini menjadi alasan mengapa sejarah, mesti dipelajari. Agar generasi mendatang, dapat mengambil hikmah dari deretan sejarah yang ada. Baik ataupun buruk adanya sejarah, semua ada hikmahnya. Ini akan menjadi modal generasi baru agar bisa menahan pengulangan sejarah yang buruk. Sekaligus menjadi persiapan generasi berikutnya untuk menghadapi berulangnya sejarah yang tidak tahu kapan akan terjadi.

Sayangnya,  realitas saat ini banyak orang yang tidak suka dengan mata pelajaran sejarah. Bisa jadi hal ini karena ketika sekolah penyajian pelajaran sejarah yang kurang benar (menarik). Akhirnya, siswa merasa bosan dan malas mempelajari sejarah. Semua kita mafhum, pelajaran sejarah di sekolah seringkali hanya berkutat pada tanggal kejadian sejarah yang harus dihafalkan. Selalu begitu. Sama sekali tidak menyentuh esensi dan hikmah dari sebuah sejarah. Apalagi untuk menganalisis benar tidaknya sejarah, ataupun perbandingan antar buku sejarah. Sungguh jauh dari hal itu bukan?

Maka, terbitnya sebuah buku fiksi berlatar sejarah merupakan salah satu cara agar orang mau menyukai sejarah. Dengan kemasan yang menarik dan alur yang mengalir, maka akan mudah dipahami oleh pembaca terpelajar maupun awam. Banyak buku fiksi sejarah bermunculan, baik sejarah Indonesia ataupun sejarah dunia. Dulu di Indonesia ada salah satu penulis fiksi sejarah yang terkenal di dunia, dia Pramoedya Ananta Toer. Generasi setelahnya ada banyak penulis muda yang menulis fiksi berlatar sejarah.  Salah satunya Afifah Afra, dengan karyanya Mei Hwa dan Sang Pelintas Zaman.

Mei Hwa dan Sang Pelintas Zaman, berkisah tentang hidup dua perempuan sebagai tokoh utama di dalamnya. Mei Hwa sebagai tokoh utama dengan sudut pandang aku. Sesuai namanya, Mei Hwa adalah keturunan China di Indonesia. Orang yang pintar, cerdas, dan berprestasi. Mei kuliah di jurusan kedokteran di sebuah universitas ternama di Indonesia, dan tentu saja dia adalah calon dokter yang hebat.

Dia perempuan yang hidup di tahun 1990-an.  Meski Indonesia telah merdeka, tetapi tahun-tahun ini menjadi tahun yang sering diserang badai, bagi sebuah kapal bernama Indonesia. Pada tahun-tahun ini banyak kerusuhan terjadi di mana-mana. Apalagi ditambah dengan terjadinya krisis moneter di Indonesia.

Sekitar 12-22 Mei 1998, terjadi kerusuhan massal yang terjadi di Ibu Kota negara, Jakarta. Kerusuhan ini menjadi tragedi bangsa paling memilukan sepanjang sejarah yang pernah terjadi di tanah air. Tragedi ini diawali dengan demo besar-besaran dari Jakarta, hingga kota-kota besar lain di Indonesia yang dilakukan oleh mahasiswa. Demo ini menyisakan kisah tertembaknya empat mahasiswa Trisakti, kemudian menjadi akhir dari era Orde Baru dengan turunnya Presiden Soeharto.

Tragedi ini memakan 1.339 warga Indonesia, termasuk hampir seratus perempuan Indonesia etnis Tionghoa yang mengalami kekerasan seksual dan diperkosa. Lebih dari 5.723 bangunan, 1948 kendaraan dan 516 fasilitas umum di beberapa kota-kota besar dibakar. Lalu apa hubungannya peristiwa ini dengan kehidupan Mei Hwa?

Hubungannya adalah Mei Hwa karena keturunan China. Mendengar rumah orang tuanya (Jakarta) dalam keadaan genting, dia meninggalkan Solo (tempat Kuliah) dan kembali ke Jakarta. Sesampai di Jakarta dia melihat toko miliknya telah rusak terbakar, dan ayahnya menjadi gila, ibunya meningal, dua kakaknya hilang entah ke mana dan akhirnya dia menjadi korban pemerkosaan. Peristiwa ini sangat membekas bagi Mei Hwa dan membuatnya menjadi setengah gila yang sempat dirawat di rumah sakit jiwa. Tetapi dia kabur dan akhirnya bertemu dengan Sekar Ayu. Tokoh utama perempuan dengan sudut pandang dia.

Sekar Ayu, adalah cucu seorang Kiai Hadramaut sekaligus berdarah bangsawan jawa dari ibunya. Namun, hidupnya kacau. Sejak kecil orang tuanya dipaksa bercerai oleh orang tua ibunya. Kemudian peristiwa demi peristiwa sejarah dia arungi. Dari sejak masa penjajahan Belanda, Jepang, masa pemberontakan G30S PKI, hingga Orde Baru.  Selama peristiwa itu dia selalu menjadi objek pemuas nafsu.

Menjelang bab-bab akhir novel 368 halaman ini, penulis mempertemukan kedua tokoh utama tersebut. Sekar Ayu telah tua renta bak kayu menjadi pengemis dan Mei Hwa pun ikut menjadi pengemis. Penulis kemudian memberikan kejutan dramatis di akhir kisah.

Ada banyak yang penulis sampaikan dalam novel ini, tentang perjuangan bangsa yang berat, tentang etnis China yang menjadi tumbal rezim penguasa, dan termasuk mengingatkan peristiwa reformasi yang banyak mengorbankan nyawa rakyat namun sampai sekarang belum terasa banyak hasilnya bagi rakyat. Pelajaran seperti ini seharusnya yang menjadi esensi yang didapatkan ketika belajar sejarah. Esensi ini bisa diambil oleh pembaca karena dengan membaca novel pembaca bisa ikut meresapi setiap kisah yang ada dalam lembarannya. Selamat membaca!

(67- dimuat di Koran Pendidikan 15-21 Oktober 2014)

Nb: judul asli sebelum diganti redaksi.

dok pribadi
dok pribadi