Bencana Lisan Karya VBI_Djenggoten

cover-komik_islami_bencana_lisan_vbi-djenggotten

Agar Lisan Tak Membawa Bencana

Judul                             : Bencana Lisan

Penulis               : VBI_Djenggoten

Penerbit                        : Gramedia Pustaka Utama

Tahun Terbit                 : April 2016

Jumlah Halaman            : 184 halaman

ISBN                           :  978-602-03-2589-7

Peresensi                      : Muhammad Rasyid Ridho, Pengajar Kelas Menulis di SD Plus Al-Ishlah Bondowoso

Lidah tak bertulang, begitulah adagium yang terkenal. Memang, faktanya lidah memang tidak memiliki memiliki tulang. Sehingga mudah bergerak, mengucapkan sesuatu dari yang baik hingga yang buruk. Itulah mengapa, lisan itu perlu dijaga agar tidak mengeluarkan ucapan atau kata-kata yang buruk.

Dari beberapa penelitian, manusia berbicara 7.000 hingga 20.000-an kata dalam sehari. Dari ribuan kata tersebut, satu kata bisa membuat kebaikan juga keburukan. Kata-kata provokasi bisa membuat beberapa orang menjadi pengekor, begitu juga kata “Allahu Akbar!” dari Bung Tomo melalui radio mampu menggelorakan semangat berjuang dan berjihad pribumi melawan penjajahan dari sekutu kala itu.

Dalam Islam, lisan manusia memang harus dijaga oleh setiap Muslim. Ada banyak dalil dari Al-Qur’an dan Al-Hadits yang berkaitan dengan kewajiban menjaga lisan. Seperti dalam Surat Qaaf ayat 18, “Tidak ada suatu kata yang diucapkannya melainkan ada di sisinya malaikat pengawas yang selalu siap (mencatat).”  Juga hadits riwayat Tirmidzi dan Hakim, “Bukankah seseorang tersungkur batang hidungnya di neraka disebabkan lisannya?”

Berdasarkan ayat dan hadits di atas, bahwa setiap Muslim dijaga oleh malaikat sehingga tidak boleh sembarangan dalam berbicara dan juga ada peringatan bahwa banyak manusia yang masuk neraka dikarenakan lisannya tidak dijaga. Rasulullah juga menegaskan dalam hadits yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim, “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia berkata yang baik atau diam.”

Nah, Islam memang mencakup segala hal termasuk adab bagaimana seharusnya lisan dijaga. Pertama, banyak berbicara dalam hal yang tidak bermanfaat. “Cerminan baiknya keislaman seseorang adalah bila ia mampu, meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat baginya” (HR. Tirmidzi).

Menurut Imam Al-Ghazali, batasan perkataan yang bermanfaat bagimu adalah jika engkau berbicara tentang suatu hal, yang sekiranya engkau diam tak membuatmu berdosa karenanya, juga tak membuatmu berada dalam kesulitan, baik di saat itu maupun kemudian. Menurut Al-Ghazali, perkataan yang tidak bermanfaat kebanyakan mengandung akibat negatif.

Ibnu Abbas berkata, “Ada lima hal yang lebih aku sukai melebihi kuda bagus yang dipersiapkan untuk dikendarai.” Satu di antaranya yang disukai Ibnu Abbas tersebut adalah “Janganlah kamu berkata tentang sesuatu yang tidak berarti bagimu. Karena hal merupakan bentuk pembicaraan yang berlebih-lebihan dan menjadikanmu tidak aman dari perbuatan dosa. Dan jangan pula kamu membicarakan sesuatu yang kamu anggap penting, sebelum kamu mendapat tempat yang pas untuk membicarakan hal tersebut. Karena terlalu banyak orang berbicara tidak pada tempatnya membuat mereka tidak jarang mendapatkan kesulitan akibat pembicaraannya itu.” (Halaman 24)

Selain itu, tidak dibolehkan juga berbicara dalam hal kebatilan. Dalam surat Al-Muddatstsir ayat 42-45 Allah berfirman, “Apakah yang memasukkamu ke dalam saqar (neraka)?” Mereka menjawab, “Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat, dan kami tidak pula memberi makan orang miskin, dan kami membicarakan yang batil, bersama dengan orang-orang yang membicarakannya.”

Sangat jelas ayat di atas, menyebutkan bahwa penghuni neraka adalah orang-orang yang berbicara tentang kebatilan. Misal berbicara tentang membicarakan kecantikan wanita, apalagi sangat vulgar, tentu saja ini termasuk berbicara kebatilan. Contoh lain membicarakan manfaat minuman keras, yang padahal dalam Islam sudah jelas diharamkan (halaman 44).

Ketiga, adab lisan tidak boleh berlarut-larut dalam perdebatan (halaman 59). Dalam hadist riwayat Tirmidzi Rasulullah bersabda, “Suatu kaum yang berada dalam hidayah tak akan sesat kecuali disebabkan perdebatan.” Nah, ini sangat jelas contohnya di zaman berkembangnya media sosial seperti sekarang.

Banyak orang yang sibuk berdebat di media sosial, seperti facebook dan twitter. Dengan tema apapun, dari yang biasa sampai bertema agama. Dari perdebatan khilafiyah cabang agama, sampai yang bersinggungan dengan aqidah. Bahkan, sampai-sampai netizen hapal jika bulan ini maka yang akan didebatkan adalah hal ini, jika di bulan itu maka yang didebatkan adalah hal itu, begitu seterusnya. Padahal, semua itu tidak bermanfaat dan tak ada ujungnya.

Dengan demikian, maka buku ini sangat direkomendasikan untuk dibaca oleh semua Muslim. Tidak hanya bisa dibaca oleh remaja dan dewasa, tetapi buku ini juga mudah dipahami oleh anak-anak. Semoga dengannya akan terhindar dari bencana lisan. Selamat membaca!

resensi-bencana-lisan-di-kabar-madura-24-februari-2017

dimuat di kabar madura 24 Februari 2017