Namaku Subardjo karya Hapsari Hanggarini

Pelajaran Politik Dalam Novel Remaja

Judul                            : Namaku Subardjo cover namaku subardjo

Penulis                          : Hapsari Hanggarini

Editor                           : A. Mellyora

Penerbit                       : Metamind, Imprint Tiga Serangkai

Tahun Terbit                : Cetakan I, Juli 2015

Jumlah Halaman          : 240 halaman

ISBN                           :  978-602-72834-0-4

Peresensi                     : Muhammad Rasyid Ridho, Pengajar Kelas Menulis di SD Muhammadiyah Bondowoso

Nama Subardjo tiba-tiba seakan menjadi petaka bagi Jojo. Padahal, apalah arti sebuah nama, begitu kata sastrawan tersohor Shakespeare. Namun, bagi Ila yang bernama Priscilla Catherine Olivianti, nama adalah perkara yang besar. Karena nama ‘kampungan’ tersebut, Jojo pun diputus oleh Ila (halaman 16).

Galau bukan main Jojo dengan keputusan Ila, segala hal telah Jojo lakukan untuk kebahagiaan Ila. Namun, mau bagaimana lagi, dia tidak bisa memaksa Ila. Perlahan Jojo berusaha untuk move on dan kembali menyibukkan dan lebih fokus lagi dengan bisnis turun-temurun keluarganya, bisnis telur asin (halaman 31).

Selain fokus dengan bisnis telur asin Maju Jaya, Jojo mendapat tawaran untuk menjadi caleg dari partai baru yang bernama Partai Peduli Amat. Hal ini berawal dari obrolan dengan salah satu karyawannya bernama Rudy, yang mengatakan bahwa ada partai baru yang mencari caleg untuk berbagai daerah di Indonesia (halaman 36).

Setelah dipikir dalam-dalam, akhirnya Jojo menerima tawaran Rudy untuk menjadi caleg. Jojo menjadi caleg dari Partai Peduli Amat meski dengan modal awal yang tidak besar. Jojo dan Rudy pun mulai memikirkan di daerah mana yang pas untuk Jojo menjadi caleg. Akhirnya, mereka memilih kampung halaman Jojo, Brebes.

Jojo mulai memikirkan langkah-langkahnya sebagai caleg, dia mulai rajin membaca koran, menonton berita, dan semua hal yang bersifat politik dan keadaan masyarakat, sebagai pembelajaran otodidaknya terhadap politik. Untuk menarik hati rakyat Brebes, Rudy menyarankan Jojo untuk kembali belajar logat Brebes. Ya, meski asli keluarga Brebes tapi Jojo sudah lama di Jakarta, jadi dia sudah tidak berlogat Brebes lagi (halaman 81).

Hingga tibalah masa kampanye. Masa kampanye di Brebes, mendadak banyak daerah yang terjadi musibah, banjir dan longsor terjadi di beberapa tempat. Rudy senang bukan main, menurutnya ini saat terbaik untuk mendapat simpati masyarakat. Jojo diminta harus segera mengeluarkan banyak uang, untuk membeli sembako dan barang-barang lainnya untuk disumbangkan kepada korban bencana.

Awalnya Jojo tidak mempermasalahkan, tetapi semakin lama Rudy semakin aneh dengan kebahagiaannya dengan penderitaan masyarakat yang terkena musibah.Selain itu, bantuan menjadi terasa tidak ikhlas karena di kardus bantuan ditempel stiker dukungan untuk Jojo. Yang lebih membuat Jojo prihatin, adalah iklim politik yang harus mengeluarkan biaya banyak untuk diberikan pada masyarakat agar memilih pemberi uang dalam pileg nanti. Politik yang tidak bersih menurut Jojo akhirnya. Bagaiman kelanjutan kisah Jojo? Alangkah baiknya Anda membaca novel ini secara langsung.

Meski novel juara harapan lomba novel Seberapa Indonesiakah Dirimu? Yang diadakan Tiga Serangkai ini adalah novel remaj, namun sungguh, isinya begitu luas dan sangat menambah wawasan, utamanya soal dunia perpolitikan di Indonesia. Karenanya, tidak mengherankan jika novel ini kemudian menjadi juara harapan. Sebuah novel rekomendasi, karena tidak hanya menghibur tetapi juga penuh ilmu dan hikmah. Utamanya rekomendasi untuk dibaca oleh kaum muda, dengan harapan lebih melek politik dan memahami serta menghindari money politic, sehingga bisa lebih cerdas dalam memilih pemimpin. Selamat membaca!

Resensi Namaku Subardjo di Koran Pantura 11 Mei 2016

*Resensi dimuat di Koran Pantura 11 Mei 2016