BAPER: Bawa Perubahan Karya Renald Kasali

Cover Baper
Pendidikan, Perubahan, dan Indonesia di Mata Profesor

Judul                            : BAPER; Bawa Perubahan

Penulis                          : Renald Kasali

Editor                           : Novikasari Eka

Penerbit                       : Noura Books

Tahun Terbit                : Pertama, November 2016

Jumlah Halaman          : 184 halaman

ISBN                           :  978-602-385-175-1

Peresensi                     : Muhammad Rasyid Ridho, Pengajar Kelas Menulis SMPN 2 Tamanan Bondowoso

Jika terdengar nama Profesor Manajemen UI, Renald Kasali maka yang teringat adalah teori driver dan passenger-nya. Driver, adalah di mana seseorang mengemudikan sendiri kehidupannya, terbiasa keluar dari zona nyaman dan mengeksplorasi tantangan-tantangan baru, mengambil risiko yang terukur, mendapatkan kesulitan sekaligus memecahkan masalah (bersama), menginspirasi penumpangnya (orang lain), dan rendah hati.

Sedangkan, Passenger itu kebalikannya, kurang gigih, kurang tekun, suka mencari pembenaran, tidak belajar dari kesalahan, tidak disiplin, bersifat fatalistik, dan tidak percaya diri (halaman 10). Seorang yang bermental driver biasanya menjadi seorang pemenang dalam kehidupan. Maka begitu sebaliknya, orang bermental passenger mereka tidak sulit menjadi pemenang, dikarenakan mereka tidak mengekspos diri pada risiko (halaman 10).

Teori ini adalah harapan Profesor Renald atau   akrab disapa Babe ini agar ada perubahan di Bangsa ini. Ada harapan agar Bangsa ini kelak tidak hanya berkembang tetapi juga menjadi maju dan punya daya saing dengan negara lain. Babe ingin ada perubahan di negeri ini terkait beberapa aspek, mulai dari bagaimana memandang pendidikan yang benar, bagaimana pola asuh yang benar,  bagaimana menjadi pemimpin yang benar dan sebagainya.

“Perubahan belum tentu membuat sesuatu menjadi lebih baik. Namun, tanpa perubahan, tidak akan ada pembaruan, tidak akan kemajuan (halaman 11),” ini perkataan Babe dalam buku terbaru yang berjudul BAPER: Bawa Perubahan. Babe memang ingin mengupayakan adanya perubahan cara pandang, khususnya terhadap aspek yang sudah tidak sesuai zaman atau aspek yang menurut beliau salah.

Salah satunya tentang bagaimana pola asuh yang benar menurut Babe. Babe mengatakan, “Kebanyakan orang Indonesia dari kecil dibedong kemudian besar sedikit digendong. Dari kecil kita terbiasa dilindungi secara berlebihan oleh orangtua. Pemahaman itu menyerap ke alam bawah sadar kita hingga dewasa. Bahkan menjemput kekasih untuk menikah atau mendaftar di perguruan tinggi saja, kita masih terus ditemani. Di negara maju, hampir sulit kita menemukan anak-anak yang dibedong, tidak ada orangtua yang berlebihan dalam melindungi. Sewaktu di Amerika, anak saya masih bayi, kami pasangi bedong. Kami diadukan tetangga pada kepolisian karena melanggar pasal perlindungan anak. Saya butuh berjam-jam untuk menjelaskan apa itu bedong. Mereka kaget bahwa semua anak Indonesia sejak kecil “dikurung” seperti itu (halaman 43).”

Babe ingin para orangtua tidak terlalu memanjakan anak-anaknya. Ketika ada masalah, biarkanlah sang anak mengambil keputusan sendiri. Karena akan berbahaya nantinya, jika negeri ini dipimpin oleh pemimpin yang lembek dan lambat dalam mengambil keputusan, padahal waktu akan terus berjalan. Maka, yang terjadi adalah rakyat yang akan selalu menjadi korban (halaman 16).

Sebagai Profesor tentu saja  Babe juga memiliki perhatian terhadap dunia pendidikan di Indonesia. Babe membedakan antara pengajar dan pendidik, yang bisa dibedakan dari cara menyampaikan satu hal. Jika hanya memindahkan isi buku ke kepala anak didik, itu namanya pengajar. Sedangkan pendidik bertugas menanamkan ruh-ruh kehidupan dan mengajak anak didik berani mengambil keputusan (halaman 20).

Selain itu Babe juga menganggap pendidikan itu tidak hanya rangking dan berakhir dengan ijazah. Babe mengatakan, “Jangan hanya pikirkan cara anak jadi juara kelas. Pikirkan dan bangun ketangguhan mereka untuk bisa bertahan dan juara di luar kelas (halaman 157). Tambahnya lagi dengan kritikan, “Indonesia tengah terperangkap dalam pandangan bahwa untuk jadi negara maju, kita harus mencetak banyak sarjana. Kita malu dengan rendahnya jumlah sarjana. Namun bisa apa sarjana-sarjana basic science di dunia kerja atau karier profesional? Apakah kita salah jika punya banyak lulusan SMA yang bisa membatik? Apakah ada sarjana yang mau jadi tukang, petani, pembatik, security, pasukan angkut sampah, teknisi musik, dan tenaga kerja terampil lainnya?” (halaman 114)

Dan terakhir, menutup tulisan ini saya kutipkan pesan Babe saat melihat kondisi Indonesia saat ini. Babe mengatakan ada dua syarat agar bangsa ini bisa menjadi besar, pertama kita harus bersatu dan kedua bersedia melewati masa-masa sulit bersama. Jangan justru saling tikam dan lempar tanggung jawab. Buku yang sangat menginspirasi anak muda Indonesia. Selamat membaca!

*dimuat di Harian Singgalang 26 Maret 2017