Reem karya Sinta Yudisia

cover reem.jpg

Antara Palestina, Cinta dan Kematian

Judul                            : Reem

Penulis                          : Sinta Yudisia

Penerbit                       : Pastel Books – Dar! Mizan

Tahun Terbit                : Pertama, Agustus 2017

Jumlah Halaman          : 352 halaman

ISBN                           :  978-602-6716-11-8

Peresensi                     : Muhammad Rasyid Ridho, Pengajar Kelas Menulis SMKN 1 Tapen Bondowoso

Sinta Yudisia kembali menyemarakkan dunia perbukuan. Dia kembali menelurkan buah karyanya yang berjudul Reem. Novel ini bercerita tentang Reem Radhwa gadis keturunan Palestina dan Indonesia. Ayahnya adalah seorang Palestina dan ibunya adalah seorang Indonesia.

Ini adalah buku kedua Sinta yang memakai setting Palestina, setelah novel yang berjudul Rinai. Tidak seperti Rinai yang bersetting Indonesia dan Palestina. Dalam Reem, Sinta menenggelamkan pembaca dengan setting Palestina, Indonesia dan Maroko. Baba dan Ummi Reem bertemu di Jerman ketika sama-sama kuliah kedokteran (halaman 78).

Mereka hidup bahagia, dan sama-sama mengabdikan diri untuk kemanusiaan khususnya di Palestina. Baba bahagia Ummi tinggal di Palestina, namun ternyata kebahagiaannya tak lama, setelah Reem lahir dan beberapa tahun kemudian, Ummi meninggalkan Baba terlebih dahulu ke alam abadi.

Hal ini menyebabkan Baba kemudian sedih dan trauma, dengan Palestina dan juga Indonesia. Baba merasa bahwa Palestina belum cukup aman untuk hidup, sehingga setelah tinggal di Gaza City. Baba dan Reem berpindah-pindah tempat tinggal. Hingga Reem melanjutkan studi ke jenjang lebih tinggi, Baba, Reem dan ditemani Bibi Aisyah adik Ummi tinggal di Maroko (halaman 81). Meski begitu, Baba masih tetap bekerja sebagai dokter kemanusiaan, meski tidak diketahui Reem, ada besar kemungkinan Baba-nya tetap mengabdi kepada tanah airnya, Palestina.

Di Maroko Reem kemudian bertemu dengan Kasim, pemuda Indonesia yang sedang melanjutkan studi di Maroko. Mereka bertemu saat Reem dan orang-orang Maroko dan Palestina mengadakan aksi demonstari kemerdekaan Palestina di depan Gedung Parlemen Maroko (halaman 25). Tepat ketika Reem tampil di atas panggung membacakan puisi Palestinanya.

Pembawaannya yang tenang, suara jernih, lantang dan semangat, serta senyumnya membuat Kasim tertarik (halaman 30). Kasim datang ke demonstrasi Palestina untuk mencari obyek penelitian tesisnya yaitu anak-anak Palestina, ditemani oleh adiknya Alya dan sahabatnya yang juga dari Indonesia, Ilham. Saking khusyuk-asyik berkenalan dan mewawancarai Reem, Kasim sampai lupa dengan Ilham dan adiknya, sampai-sampai Alya pulang dulu ke apartemen (halaman 38).

Jika ditarik, novel ini bercerita tentang tiga hal yang saling menghubungkan. Pertama, Palestina. Karena sama-sama memiliki ketertarikan dan juga ikatan dengan Palestina akhirnya tokoh utama, Reem dan Kasim bertemu. Mereka banyak berdiskusi tentang Palestina, dari sejarah tiga agama, perang yang memilukan, anak-anak dan ibu-ibu yang pemberani dan kisah hidup Baba, Ummi dan Reem di tanah para Nabi.

Di sela-sela diskusi tentang Palestina tersebut, mereka pun menyusuri kota dan peninggalan berserajarah di Maroko. Reem sebagai mahasiswi sejarah banyak bercerita dan menjelaskan tentang tempat-tempat bersejarah di Maroko (halaman 105). Karena interaksi inilah mereka pun jatuh cinta. Namun, ketika Kasim mendatangi Baba Reem untuk melamar, Kasim mendapati penolakan karena dirasa belum pantas untuk Reem (halaman 162).

Kedua, Cinta. Karena pertemuan dalam demonstrasi Palestina, juga ketertarikan akan Palestina akhirnya Kasim dan Reem saling mencintai. Begitupun dengan Ilham, meskipun terkesan tidak pernah serius slengean, namun ternyata soal cinta dia serius. Ya, dia serius untuk menikahi Alya, adik dari sahabatnya, Kasim. Sampai-sampai dia minta pendapat dan minta restu kepada Kasim (halaman 175). Namun, ternyata waktu akan menguji persahabatan dan cintanya.

Ketiga, tentang kematian. Seperti halnya rezeki dan jodoh, kematian adalah misteri. Terkadang orang yang tidak banyak berhubungan dengan perang seperti Ummi Reem, malah meninggal lebih dulu, ketimbang mereka yang hidup di area perang seperti Baba Reem. Terkadang yang sakit tidak meninggal di awal, malah yang tidak sakit bisa meninggal lebih dulu.

Ya, novel ini tentang palestina, cinta dan kematian. Ada kisah kocak yang membuat ketawa, ada bagian yang mengajak kita menyusuri dan belajar sejarah Maroko, ada bagian yang membuat pilu, ada bagian yang mengagetkan, ada bagian membuat pembaca merenung tentang hidup dan luka.  Ada kutipan menarik dalam novel ini yang dikutip dari perkataan Rumi, “Luka hati, adalah sebuah tempat cahaya merambat masuk.” Selamat menikmati novel ini, selamat menemukan cahaya!

*Novel ini menjadi pemenang fiksi dewasa terbaik di Islamic Book Fair Award 2018.

*Resensi dimuat di Harian Singgalang 22 Oktober 2017.

**Ingin memesan buku? Ke Toko Buku Hamdalah wa http://bit.ly/085933138891
gabung juga di grup
 di http://bit.ly/TokoBukuHamdalahWhatsApp dan http://bit.ly/TokoBukuHamdalahTelegram

***Ohya, kalau mau mencari info tentang buku baru, resensi buku, quotes dan info kuis atau giveaway berhadiah buku, bisa gabung ke channel telegram yang saya kelola yang bernama Buka buku Buka Dunia : t.me/bukabukubukadunia